JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang KUHP akan mengakomodasi tindak pidana korupsi di dalamnya.
Apa komentar pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal ini?
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, pihaknya berharap pengaturan tindak pidana korupsi tetap berada di luar KUHP.
"Kami berpikir BNN, KPK, dan (masalah) narkotika, kami berharap itu di luar KUHP. Itu adalah harapan kami. Itu sudah kami sampaikan," kata Syarif, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (15/6/2017).
(baca: Pemerintah dan DPR Putuskan RUU KUHP Atur Pidana Korupsi)
Syarif mengaku belum mendengar kabar terbaru soal RUU ini dari pemerintah ataupun Kementerian Hukum dan HAM.
"Tetapi KPK beranggapan bahwa sebaiknya Undang-Undang Tipikor, terorisme, tentang narkotika berada di luar KUHP," ujar Syarif.
"Karena untuk beberapa hal, perkembangannya itu sangat dinamis. Kalau di dalam KUHP untuk melakukan perubahan itu sangat sulit karena KUHP itu kodifikasi," ujar Syarif.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly sebelumnya memastikan KPK tidak akan kehilangan kewenangannya yang bersifat khusus sekalipun tindak pidana korupsi nantinya akan diatur dalam KUHP.
(baca: Pidana Korupsi Diatur dalam KUHP, Ini Alasan Menkumham)
Menurut Yasonna, hal itu tidak akan menghapuskan sifat lex specialist atau kekhususan KPK.
Hal serupa terjadi pada lembaga lainnya seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
"Kecuali dengan undang-undang ini kewenangan yang bersifat khusus dari KPK, BNN, BNPT akan hilang. Itu barulah ribut sedunia. Ini kan enggak," kata Yasonna seusai acara buka bersama di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/6/2017).
Ia menjelaskan, harus ada core crime atau inti yang mengatur delik korupsi dalam KUHP. Hal ini dilakukan untuk membangun satu sistem hukum pidana yang benar.
"Tidak mungkin lex specialist kalau tidak ada lex generalist-nya. Ini kan pemahaman, acara melihat yang seolah-olah dimasukkan ke situ seolah kewenangan KPK enggak ada. Enggak ada dong begitu," tuturnya.
"Ini KUHP yang terbuka. Bukan KUHP tertutup. Tapi core crime-nya harus ada," ujar politisi PDI Perjuangan itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.