Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara Imbau KPK Tak Turuti Kehendak Pansus Angket

Kompas.com - 14/06/2017, 17:33 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk tidak mengikuti kehendak Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket.

Hal tersebut merupakan salah satu bunyi dari empat uraian pernyataan sikap akademik dari Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) dan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas.

APHTN-HAN bersama PUSaKO Fakultas Hukum Universitas Andalas mengkaji pembentukan Pansus hak angket. Hasil kajian yang ditandatangani 132 pakar hukum tata negara seluruh Indonesia itu diserahkan ke KPK.

(Baca: Mahfud MD: Pembentukan Pansus Angket KPK Cacat Hukum)

Ketua Umum APHTN-HAN Mahfud MD mengatakan, dari hasil kajian pihaknya mengimbau KPK tak perlu mengikuti kehendak pansus tersebut.

"APHTN-HAN dan PUSaKO menghimbau agar KPK tidak mengikuti kehendak panitia angket yang pembentukannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan," kata Mahfud, dalam jumpa pers bersama pimpinan KPK, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (14/6/2017).

Akibat pembentukan panitia angket yang bertentangan dengan undang-undang tersebut, lanjut Mahfud, segala tindakan panitia angket dengan sendirinya bertentangan dengan undang-undang dan hukum.

Karenanya, mematuhi tindakan panitia angket merupakan bagian dari pelanggaran hukum itu sendiri.

"KPK harus taat kepada konstitusi dan undang-undang, bukan terhadap panitia angket yang pembentukannya menyalahi prosedur hukum yang telah ditentukan," ujar Mahfud.

Uraian lainnya, hak angket tidak sah karena bukanlah kewenangan DPR untuk menyelidiki proses hukum di KPK karena hal tersebut merupakan wewenang peradilan.

(Baca: Pansus Hak Angket Ingin Tata Ulang Fungsi KPK)

Kemudian, hak angket dibentuk melalui prosedur yang menyalahi aturan perundang-undangan, sehingga pembentukan dianggap illegal.

Mahfud menilai, DPR harus bertindak sesuai ketentuan perundang-undangan dan aspek- aspek ketatanegaraan yang telah ditentukan menurut UUD 1945.

"Tindakan di luar ketentuan hukum yang dilakukan DPR hanya akan berdampak pada kerusakan ketatanegaraan dan hukum. Apabila itu terjadi maka akan menimbulkan ketidak-adilan di tengah masyarakat, terutama dalam upaya pemberantasan korupsi," ujar Mahfud.

Kompas TV Hak Angket, Lemahkan KPK? - Dua Arah (Bag 3)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com