Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Faktor yang Melatarbelakangi Munculnya Sentimen Politik Primordial

Kompas.com - 04/05/2017, 04:53 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan, kompetisi pilkada yang berbasis sentimen bersifat primordial justru menurunkan kualitas proses demokrasi.

Lebih lanjut, dia mengatakan, dampak dari menguatnya sentimen yang bersifat primordial tersebut adalah menjadi tidak bernilainya kerja dan kinerja.

"Kinerja itu menjadi sesuatu yang tidak ada nilainya, tidak ada harganya. Tidak ada apresiasi terhadap prestasi seseorang," kata Syamsuddin dalam sebuah diskusi yang digelar di Kantor LIPI, Jakarta, Rabu (3/5/2017).

Menurut Syamsuddin, ada beberapa faktor yang mendorong mengapa politisasi sentimen primordial seperti agama dalam Pilkada DKI Jakarta begitu kencang. 

(Baca juga: Peneliti LIPI: Dampak Politik Identitas Pilkada DKI Jadi Persoalan Besar)

Hal menarik, faktor tersebut merupakan dampak akibat kebijakan pemerintah, yang tidak hanya terjadi dalam lima atau sepuluh tahun terakhir.

Sejak lama, bahkan tutur Syamsuddin, sejak pemerintahan Presiden Soekarno, pemerintah tidak serius dalam membangun karakter bangsa. Hal yang dipikirkan hanyalah membangun negara (state building).

"Makanya yang fasih diucapkan setiap pemerintahan itu adalah pertumbuhan ekonomi, dan seterusnya," kata dia.

Faktor lainnya adalah sikap ambivalensi yang seringkali ditunjukkan pemerintah dalam menghadapi isu terkait negara dan agama. Menurut Syamsuddin, faktor-faktor yang sudah menahun ini menjadi daya dorong menguatnya sentimen primordialis.

"Pilkada Jakarta yang menonjolkan politisasi agama dan kencangnya persaingan berdasarkan sentimen primordial ini sangat memprihatinkan. Karena bagi saya ini (Jakarta) adalah miniatur penduduk Indonesia," kata Syamsuddin Haris.

(Baca juga: Penggunaan Politik Identitas Diprediksi Menguat hingga Pemilu 2019)

Di sisi lain, sentimen sektarian atau primordial yang sedemikian menguat ini kemudian menggelinding dengan sendirinya di tengah-tengah masyarakat.

Menurut Syamsuddin, hal ini juga terjadi akibat tidak ada lagi peran partai politik dalam proses demokrasi.

"Posisi partai politik tidak lebih sebagai penggembira belaka, tidak ada perannya sama sekali. Jadi hangat-hangat tahi ayam saja," kata dia.

"Di awal sibuk galang koalisi pengusungan, di tengah kosong, kemudian ketika menang atau kalah dia tampil lagi. Itu, betul-betul mengecewakan," ujar Syamsuddin Haris.

Kompas TV Dinamika & Kondisi Politik Jakarta Pasca Pilkada DKI (Bag 3)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com