JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan oknum PNS dan polisi yang diduga melakukan pungutan liar dalam rekrutmen anggota Polri belum pasti dipidana.
Namun yang jelas, kata dia, mereka akan dikenakan sanksi kode etik profesi jika terbukti memeras.
"Nanti dilihat bagaimana. Kalau sementara ini diarahkan ke kode etik," ujar Martinus di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (3/4/2017).
Awalnya, terungkap ada delapan oknum di Polda Sumatera Selatan yang diduga memeras peserta rekrutmen Polri. Mereka lantas diperiksa Divisi Profesi dan Pengamanan Polri.
Delapan orang itu terdiri dari PNS dan personel Polri. Dari pengembangan, tim pengamanan internal kembali memeriksa tujuh orang lainnya.
Hingga saat ini, pemeriksaan masih berlangsung. Jika terbukti memeras, mereka terancam sanksi demosi hingga pemberhentian secara tidak hormat.
"Kode etik kan keras juga hukumannya," kata Martinus.
Martinus menjelaskan, Divisi Propam masih menggali unsur pidana untuk menjerat oknum yang diduga memeras.
Menurut Martinus, mereka akan dijerat pidana jika kasusnya diungkap oleh tim sapu bersih pungutan liar.
Namun, kata Martinus, mereka tak ditangkap oleh tim Saber Pungli.
"Kita lihat nanti unsur-unsurnya," kata dia.
Pemeriksaan dilakukan sejak Rabu (29/3/2017) lalu. Dari mereka, polisi menyita uang dengan total Rp 4,784 miliar.
(Baca: Dugaan Suap Rekrutmen Anggota Polri, Propam Sita Rp 4,784 Miliar)
Adapun modus yang dilakukan yaitu melihat nilai sistem paket, membantu sistem per item dalam tes, sistem kumulatif, dan bimbingan melewati tes awal.
Sebelumnya, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Tama S Langkun mendesak Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian segera mencopot sejumlah oknum polisi di Sumatera Selatan yang melakukan pungutan liar dalam proses rekrutmen anggota kepolisian tahun 2015.
(Baca: Kapolri Diminta Pecat Pelaku Pungli Rekrutmen Anggota Polisi dan Jerat Pasal Korupsi)
Tak hanya dikenakan sanksi etik profesi, delapan perwira itu dianggap layak dijerat pidana korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.