Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mundur, Patrialis Akbar Dianggap Sangkal Pembelaan Sendiri

Kompas.com - 31/01/2017, 08:34 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menilai, pengunduran diri hakim konstitusi Patrialis Akbar, semakin menegaskan bahwa sangkaan suap yang menyeret mantan Menteri Hukum dan HAM itu kian menguat.  

Seperti diketahui, setelah menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai terjaring operasi tangkap tangan, Patrialis mengaku tidak menerima suap sepeser pun dan dizalimi.

(Baca: Patrialis: Demi Allah, Saya Betul-betul Dizalimi)

"Publik dapat memaknai surat pengunduran diri Patrialis Akbar menyiratkan bahwa beliau mengenyampingkan bantahan dan pembelaan atas diri sendiri sebelumnya ketika terkena OTT oleh KPK," kata Masinton dalam pesan singkat kepada Kompas.com, Selasa (31/1/2017).

Namun di sisi lain, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu menuturkan, wajar bila Patrialis mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap. Apalagi, suap tersebut terkait dengan putusan uji materi. 

Menurut Masinton, meski belum ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap, Patrialis telah melanggar prinsip dan kode etik perilaku hakim.

Pasalnya, sebagai hakim konstitusi Patrialis diduga telah membocorkan draft putusan MK No 129 terkait putusan uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.

"Padahal draf putusan MK No 129 ini belum secara resmi dibacakan dan diumumkan oleh MK, namun draf ini justru diserahkan ke makelar, karena inilah yang ingin dipengaruhi dalam indikasi suap tersebut," kata dia.

Ia menambahkan, dalam sejumlah operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, semua pelaku yang terjaring operasi tersebut dapat dipastikan secara hukum dan meyakinkan terbukti tersangkut kasus yang disangkakan.

(Baca: KPK Tegaskan Patrialis Sudah Terima Uang Suap)

Oleh sebab itu, KPK diharapkan dapat mengembangkan kasus ini bila ada indikasi keterlibatan pihak lain.

"Apakah Patrialis Akbar bermain sendiri atau tidak. Karena untuk memutuskan soal uji materi harus melalui keputusan sembilan hakim lainnya," ujarnya.

Lebih jauh, ia meminta, agar MK nantinya mengkaji ulang keputusannya bila Patrialis terbukti bersalah di Pengadilan Tipikor. Patrialis ditangkap dalam operasi tangkap tangan, Rabu (25/1/2017).

Patrialis ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap sebesar sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura, atau senilai Rp 2,15 miliar.

Pemberian dari pengusaha impor daging Basuki Hariman tersebut diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi.

Perkara gugatan yang dimaksud yakni, uji materi nomor 129/puu/XII/2015. Pengujian tersebut terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Kompas TV Resmi Ditahan KPK, Patrialis Undur Diri dari MK

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com