JAKARTA, KOMPAS.com - Divisi Profesi dan Keamanan Mabes Polri masih memeriksa pejabat menengah berinisial KPS yang menerima sejumlah uang dari Chandra Halim alias Akiong, bandar narkoba yang kini statusnya terpidana.
Karena serangkaian pemeriksaan itu, maka pekerjaannya sebagai penyidik saat ini berstatus nonaktif.
"Dia dalam pemeriksaan sebagai terperiksa, otomatis pekerjaannya sebagai penyidik narkoba terhambat," ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/10/2016).
Boy mengatakan, hingga kini pemeriksaan terhadap KPS belum final.
Dugaan tersebut terungkap dari temuan tim gabungan pencari fakta terkait Freddy Budiman yang mencari adanya pejabat Polri yang terima aliran dana dari Freddy.
Namun, tim malah menemukan sejumlah dugaan lain di luar itu. Salah satunya, penyidik bernama KPS yang menerima Rp 668 juta dari Akiong.
"Seingat saya, satker-nya (satuan kerja) terakhir di Bareskrim," kata Boy.
Boy mengatakan, Polri mengantisipasi kejadian serupa terjadi di tubuh korps bhayangkara itu. Sejak dulu Polri menekankan sistem punishment and reward, dan itu berlaku keras bagi perwira Polri di semua lapisan.
"Siapa yang berbuat, dia yang bertanggung jawab. Jadi semua mekanisme umum yang berlaku pada anggota dan juga berhadapan dengan hukum," kata Boy.
"Risikonya dia diberhentikan, diproses hukum, diajukan ke pengadilan," ucapnya.
(Baca juga: Tim Temukan Aliran Dana ke Perwira Polri, tetapi Tak Terkait Freddy Budiman)
Selain pemberian uang ke perwira menengah Polri yang menangani kasus Akiong, ada pula lima indikasi aliran dana yang mengalir ke oknum Polri dengan beragam besarannya.
Ada yang mengirimkan Rp 25 juta, Rp 50 juta, Rp 75 juta, Rp 700 juta, dan di atas Rp 1 miliar ke oknum tersebut.
Tim gabungan juga telah menyerahkan lima indikasi tersebut ke Divisi Propam Polri. Tapi, uang tersebut tak terkait kasus Freddy.