Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Dapat Alat Bukti Tambahan dari Kejaksaan Agung untuk Seret Nur Alam

Kompas.com - 05/10/2016, 19:03 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setiadi membantah KPK menduplikasi penyelidikan Kejaksaan Agung terhadap Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.

Bahkan, kata dia, KPK mendapatkan sejumlah bukti tambahan yang memperkuat adanya dugaan tindak korupsi yang dilakukan Nur Alam.

"KPK menerima surat dari Kejagung yang merupakan dokumen pendukung a quo untuk menaikkan ke tahap penyidikan," ujar Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/10/2016).

Kejaksaan Agung sebelumnya melakukan penyelidikan terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin pertambangan di Sulawesi Tenggara pada 2009-2014.

(Baca: Menurut KPK, Kerugian Lingkungan dalam Kasus Nur Alam Senilai Rp 3 Triliun)

Namun, penyelidikan dihentikan pada September 2015 karena dianggap kurang cukup bukti.

KPK kemudian menarik kasus tersebut dan memulai penyelidikan kasus Nur Alam pada Maret 2016.

Setiadi mengatakan, KPK terus berkoordinasi dengan Kejagung selaku aparat penegak hukum yamg telah terlebih dahulu menangani perkara ini.

Ternyata, dokumen yang dimiliki Kejagung dapat melengkapi alat bukti penyelidik sehingga pada 15 Agustus 2016 diterbitkan surat perintah penyidikan sekaligus surat penetapan Nur Alam sebagai tersangka.

"Tak ada yang salah dalam hal ini karena tujuan MoU dengan Polri, KPK, dan Kejaksaan tercapainya kerja sama dalam optimalisasi pemberantasan korupsi," kata Setiadi.

Setiadi mengatakan, dalam kasus yang tidak sama namun berkaitan pun ketiga penegak hukum itu bisa saling bertukar informasi. Hal tersebut tercantum dalam nota kesepahaman yang sudah diteken pimpinan ketiga lembaga itu.

Terkait kasus Nur Alam, terjadi komunikasi KPK dan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejagung melalui surat menyurat selama beberapa kali pada April 2016. Termasuk penyerahan alat bukti yang dipegang Kejagung ke KPK.

"Dari koordinasi tersebut tidak ada duplikasi penyelidikan. Justru Kejagung bertukar informasi dengan menyerahkan seluruh dokumen pendukung," kata Setiadi.

Dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Nur Alam adalah penerbitan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.

(Baca: Mangkir Panggilan KPK, Nur Alam Sia-siakan Kesempatan Klarifikasi kepada Penyidik)

Selain itu, penerbitan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada perusahaan yang sama.

Diduga, penerbitan SK dan izin tidak sesuai aturan yang berlaku, dan ada kick back yang diterima Nur Alam.

Nur Alam disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kompas TV Berstatus Tersangka, Gubernur Sultra Lantik Bupati

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com