JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi, Setiadi menyayangkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam yang tak pernah menghadiri panggilan penyelidik KPK untuk dimintai keterangan.
Padahal, kata dia, dalam pemanggilan itu, Nur Alam bisa mengklarifikasi sejumlah informasi dan dokumen yang ditemukan terkait dugaan tindak pidana yang dia lakukan.
"Pemohon menyia-nyiakan kesempatan dan tidak punya itikad baik untuk memenuhi surat permintaan klarifikasi itu," ujar Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (5/10/2016).
Setiadi mengatakan, di tingkat penyelidikan, KPK telah memintai keterangan 57 orang yang berasal dari pihak Pemerintah Provinsi Sulawsi Utara, Pemerintah Kabupaten Buton dan Bombana, dan sejumlah pihak swasta.
KPK pun memegang sejumlah dokumen yang mengarah ke dugaan tindak pidana oleh Nur Alam. Oleh karena itu, KPK membutuhkan kehadirannya untuk mengklarifikasi alat bukti yang ada.
(Baca: Menurut KPK, Kerugian Lingkungan dalam Kasus Nur Alam Senilai Rp 3 Triliun)
"Telah diperoleh bukti permulaan cukup bahwa pemohon melawan hukum dalam terbitkan persetujuan IUP," kata Setiadi.
Setiadi mengatakan, penyelidik telah empat kali melayangkan panggilan kepada Nur Alam, yaitu pada 10 Maret 2016, 15 Maret 2016, 18 Maret 2016, dan 1 Juli 2016.
Dari keempat panggilan tersebut, hanya balasan surat yang diterima yang diberikan pihak Nur Alam. Nur Alam mengaku berhalangan hadir karena harus mengikuti kegiatan kedinasan.
"Padahal kegiatan itu tidak harus dihadiri atau bisa diwakili," kata Setiadi.
Setiadi mengatakan, permintaan keterangan terhadap seseorang di tingkat penyelidikan sifatnya tidak bisa dipaksakan. Oleh karena itu, meski tanpa keterangan Nur Alam, penyelidikan tetap berjalan dan penetapan tersangka pun dilakukan.
(Baca: KPK Siap Ungkap Kebohongan Nur Alam soal 4 Kali Absen Panggilan Penyelidik)
"Dengan alat bukti yang cukup untuk melanjutkan proses, maka termohon (KPK) lanjutkan ke penyidikan," kata dia.
Dalam kasus ini, Nur Alam diduga menyalagunakan wewenang karena menerbitkan SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan dan Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi untuk PT Anugrah Harisma Barakah selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara.
Selain itu, ia juga menerbitkan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada perusahaan yang sama. Nur Alam diduga mendapatkan kick back dari pemberian izin tambang tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.