JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Imparsial Al Araf mengusulkan Presiden Joko Widodo membuka kembali perkara pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
Hal itu disampaikan Araf ketika dirinya dan praktisi serta sejumlah aktivis hukum lainnya bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Kamis (22/9/2016).
"Di awal, Presiden menyampaikan, menyelesaikan kasus Munir. Oleh karena itu saya minta Presiden membentuk tim kepresidenan penyelesaian kasus Munir," ujar Araf usai pertemuan.
Araf mengusulkan dua opsi lain. Pertama, membentuk tim khusus di Mabes Polri. Kedua, Jaksa Agung mengajukan peninjauan kembali (PK) atas proses hukum perkara tersebut.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyinggung penyelesaian kasus Munir di awal pertemuan.
"PR kita adalah pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kasus Mas Munir. Ini juga perlu diselesaikan," ujar Jokowi.
(Baca: Jokowi: "PR" Kita Pelanggaran HAM Masa Lalu, Termasuk Kasus Mas Munir)
TNI masuk peradilan umum
Selain soal Munir, Araf juga meminta pemerintah merevisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Araf mendorong supaya TNI masuk ke peradilan umum, selayaknya yang telah dilakukan oleh institusi Polri.
"Itu kan agenda krusial dalam reformasi, meletakkan militer tunduk pada peradilan umum," ujar Araf.
Araf mengatakan, Presiden tidak menjawab spesifik usulan-usulan itu.
Dalam pertemuan sekitar satu setengah jam yang diikuti dengan makan sore, Presiden lebih banyak mendengarkan masukan-masukan dari para praktisi dan aktivis hukum.
Namun, Presiden mengatakan bahwa masukan-masukan tersebut akan dihimpun dan diformulasikan ke dalam sebuah kebijakan besar road map reformasi hukum Indonesia yang akan diumumkan sendiri oleh Presiden.
"Semua hal hanya diterima masukannya, nanti akan dibuatkan peta jalan oleh tim kepresidenan terkait arah jalan pembaharuan hukum. di Indonesia," ujar Araf.
Selain Araf, pakar dan praktisi hukum yang diundang, antara lain Yenti Ganarsih, Mahfud MD, Todung Mulya Lubis, Yunus Hussein, Refly Harun, Saldi Isra, Chandra Hamzah dan Nursyahbani Katjasungkana.