Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kendala Hukuman Biaya Sosial

Kompas.com - 16/09/2016, 06:57 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa kalangan akademisi dan pegiat antikorupsi menilai gagasan Komisi Pemberantasan Korupsi agar koruptor juga dikenai beban membayar biaya sosial merupakan terobosan baru dalam upaya pemberantasan korupsi.

Namun tidak sedikit juga yang meragukan gagasan tersebut mampu menumbuhkan efek jera dan memulihkan kerugian keuangan negara.

Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan upaya memulihkan keuangan negara tidak dapat dilakukan dengan penerapan penggabungan perkara pidana dan perdata melalui gugatan ganti kerugian sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 98 KUHAP.

(Baca: KPK Diminta Perjelas Indikator Penghitungan Biaya Sosial bagi Koruptor)

Menurutnya pasal tersebut bukan merupakan landasan yang kuat untuk menggugat ganti kerugian secara maksimal.

"Saya melihat mekanisme ganti kerugian penggabungan perkara pidana dan perdata melalui gugatan ganti kerugian dalam pasal itu susah untuk diterapkan," ujar Supriyadi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (15/9/2016).

Supriyadi menjelaskan, Pasal 98 KUHAP dibuat dengan tujuan agar korban suatu tindak pidana yang menderita kerugian bisa mendapat ganti rugi di persidangan tanpa harus mengajukan perkara perdata.

Mekanisme penggabungan perkara itu dimaksudkan untuk mempermudah korban menuntut ganti rugi kepada pelaku saat persidangan perkara pidana.

Tetapi dalam praktiknya selama ini, kata Supriyadi, penggabungan perkara ini harus melewati mekanisme mediasi antara pelaku dengan korban.

Artinya antara pelaku dan korban harus ada kata sepakat soal ganti kerugian. Apabila tidak tercapai kata sepakat, pelaku juga bisa menolak untuk membayar ganti rugi dan memilih hukuman kurungan sebagai pidana pengganti (subsider) maksimal empat bulan.

"Jadi akan banyak masalah jika kita masuk ke dalam penggabungan perkara pasal 98 KUHAP. Mekanismenya terbatas, harus ada mediasi, daya eksekusinya terbatas dan tidak ada paksaan untuk membayar," ungkapnya.

Supriyadi juga mengkritik perhitungan biaya sosial korupsi yang terdiri dari biaya eksplisit dan biaya implisit.

Biaya eksplisit adalah biaya yang dikeluarkan negara untuk mencegah dan menangani tindak pidana korupsi.

Biaya itu antara lain meliputi biaya penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pengadilan, hingga pemasyarakatan.

Adapun biaya implisit adalah biaya dari dampak yang timbul karena korupsi. Supriyadi berpendapat KPK akan kesulitan untuk menghitung besarnya biaya implisit yang sifatnya abstrak.

Halaman:


Terkini Lainnya

Maruarar Sirait Dukung Jokowi Jadi Penasihat di Pemerintahan Prabowo

Maruarar Sirait Dukung Jokowi Jadi Penasihat di Pemerintahan Prabowo

Nasional
Pesawat Latih Jatuh di BSD, Tiga Korban Merupakan Penerbang, Penumpang, dan Mekanik

Pesawat Latih Jatuh di BSD, Tiga Korban Merupakan Penerbang, Penumpang, dan Mekanik

Nasional
Momen Anies Mampir Kondangan Warga Muara Baru sebelum ke Halalbihalal PKL dan JRMK di Jakut

Momen Anies Mampir Kondangan Warga Muara Baru sebelum ke Halalbihalal PKL dan JRMK di Jakut

Nasional
8 Kloter Jemaah Haji Indonesia Siap Bergerak ke Makkah, Ambil Miqat di Bir Ali

8 Kloter Jemaah Haji Indonesia Siap Bergerak ke Makkah, Ambil Miqat di Bir Ali

Nasional
Jokowi Terbang ke Bali, Bakal Buka KTT WWF ke-10 Besok

Jokowi Terbang ke Bali, Bakal Buka KTT WWF ke-10 Besok

Nasional
MPR Bakal Safari Temui Tokoh Bangsa, Dimulai dengan Try Sutrisno Besok

MPR Bakal Safari Temui Tokoh Bangsa, Dimulai dengan Try Sutrisno Besok

Nasional
Utarakan Idenya Bareng Maruarar Sirait, Bamsoet: Kami Siapkan Gagasan Rekonsiliasi Nasional Pertemukan Paslon 01, 02 dan 03

Utarakan Idenya Bareng Maruarar Sirait, Bamsoet: Kami Siapkan Gagasan Rekonsiliasi Nasional Pertemukan Paslon 01, 02 dan 03

Nasional
Bamsoet Goda Maruarar Sirait, Qodari, dan Anas Urbaningrum Masuk Golkar

Bamsoet Goda Maruarar Sirait, Qodari, dan Anas Urbaningrum Masuk Golkar

Nasional
Pemerintah Diminta Ambil Kendali Penetapan UKT PTN

Pemerintah Diminta Ambil Kendali Penetapan UKT PTN

Nasional
Indonesia Jadi Tuan Rumah Forum Air Dunia Ke-10 di Bali

Indonesia Jadi Tuan Rumah Forum Air Dunia Ke-10 di Bali

Nasional
Gantikan Yusril Jadi Ketum PBB, Fahri Bahcmid Fokus Jaring Kandidat Pilkada

Gantikan Yusril Jadi Ketum PBB, Fahri Bahcmid Fokus Jaring Kandidat Pilkada

Nasional
APEC 2024, Mendag Zulhas Sebut Indonesia-Korsel Sepakati Kerja Sama di Sektor Mobil Listrik dan IKN

APEC 2024, Mendag Zulhas Sebut Indonesia-Korsel Sepakati Kerja Sama di Sektor Mobil Listrik dan IKN

Nasional
Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Nasional
Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Nasional
Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com