Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi PP Remisi Dinilai Tak Bisa Menyelesaikan Masalah Padatnya Lapas

Kompas.com - 15/08/2016, 18:12 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Alasan pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 sebagai solusi mengurangi kapasitas narapidana dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) dianggap sebagai kebijakan yang salah arah.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus A. T. Napitupulu menjelaskan bahwa masalah utama kepadatan lapas sulit dituntaskan dengan melakukan revisi PP No. 99/2012. Hal ini disebabkan suplai narapidana yang masuk ke dalam lapas setiap tahunnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang mendapatkan remisi.

Berdasarkan data ICJR pada 2014, populasi penghuni lapas meledak dua kali lipat dari 71.500 menjadi 144 ribu pada tahun 2014 hingga 2011, padahal kapasitas penjara hanya bertambah kurang dari dua persen.

(Baca: Soal Wacana Permudah Remisi Koruptor, Wapres Minta Masyarakat Lihat dari Kacamata Kemanusiaan)

Pada bulan Juli 2015, menurut Sistem Database Pemasyarakatan (SDB) yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS), ada sejumlah 178.063 penghuni yang tersebar di 477 lapas. Angka ini belum termasuk jumlah tahanan kepolisian.

Padatnya kapasitas narapidana ini, menurut Erasmus, justru akan bertambah dengan ketentuan remisi sepertiga masa tahanan dalam revisi PP No. 99/2012.

"Kalau pakai PP No. 99/2012 yang belum direvisi saja, remisinya enam bulan. Dalam waktu enam bulan saja orang yang masuk ke dalam penjara itu totalnya bisa sampai 60.0. Kalau pakai ketentuan remisi yang baru, sepertiga masa tahanan, tambah susah," ujar Erasmus di Jakarta, Senin (15/8).

(Baca: Revisi PP Remisi Dianggap Jadi "Karpet Merah" Koruptor, Ini Penjelasan Menteri Yasonna)

Erasmus juga menjelaskan ada dua unsur yang menyebabkan tingginya penghuni lapas, yaitu unsur penahanan yang begitu besar dan tingginya pemidanaan yang berujung pada pemenjaraan.

Data dari MAPPI FH UI menunjukkan dari 563 undang-undang (UU) yang diproduksi pemerintah sejak 1998 hingga 2014, sebanyak 154 UU mencantumkan ketentuan pidana, 1601 perbuatan yang bisa dikategorikan tindak pidana, dan 716 perbuatan merupakan jenis tindak pidana baru.

"Yang menjadi catatan penting, dari 1601 tindak pidana, sebanyak 1424 atau 88,9 persen mencantumkan penjara sebagai sanksi," lanjut Erasmus.

Terkait kedua unsur tersebut, Erasmus menyebutkan Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) memegang peranan penting untuk menyelesaikan masalah padatnya lapas, bukan melalui revisi PP No. 99/2012.

"Bukan karena Kemenkumham yang mengelola lapas, namun jalan masuk terkait pemenjaraan dipegang Kemenkumham melalui kewenangan pembentukan dan rancangan uu yang memuat pidana," tandas Erasmus.

Kompas TV Koruptor Layak Diberikan Remisi? - Aiman
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com