Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Todung Mulya Lubis Sejajarkan Haris Azhar dengan Munir di Era Soeharto

Kompas.com - 08/08/2016, 15:00 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Dibutuhkan keberanian besar bagi Haris Azhar, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), untuk mengungkap dugaan adanya oknum pejabat di balik bisnis narkoba terpidana mati, Freddy Budiman.

Keberanian yang dimiliki Haris bahkan disamakan dengan keberanian Munir ketika mengkritik Soeharto di era Orde Baru. Hal itu disampaikan advokat senior, Todung Mulya Lubis dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (8/8/2016).

“Tidak mudah bagi Haris kalau tidak punya nyali. Beliau seperti Munir di jaman Soeharto yang saat itu berkuasa penuh,” kata Todung.

Hadir dalam diskusi tersebut, mantan pimpinan KPK dan sekaligus pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Chandra M Hamzah, pakar hukum pidana Universitas Indonesia Ganjar Laksmana dan penngajar STH Jentera lainnya, Asfinawati.

(Baca: Sikap Haris Azhar Dinilai Jadi Representasi Publik untuk Kritik TNI, Polri, dan BNN)

Todung mengaku, dua hari sebelum Haris mengungkap keterangan Freddy ke media, dirinya sempat berkomunikasi dengan Haris. Komunikasi yang dilakukan melalui sambungan telepon itu tidak cukup lama.

“Dalam pembicaraan itu ia mengatakan bahwa sudah waktunya konspirasi peredaran narkoba dihapuskan. Dua hari kemudian dia menulis testimoni itu dan membuat semua pihak kebakaran jenggot,” ujar dia.

Dalam tulisan yang dibuat Haris, ia menyebutkan ada peran TNI, Polri, dan Badan Narkotika Nasional di balik lancarnya bisnis Freddy. Setelah itu, Haris dilaporkan ketiga instansi tersebut ke Bareskrim Polri.

(Baca: Kepolisian Bantah Mengkriminalisasi Haris Azhar Terkait Cerita Freddy Budiman)

Menurut Todung, tidak seharusnnya Haris dilaporkan. Sebaliknya, keterangan yang disampaikan sejatinya menjadi pintu masuk bagi ketiga instansi tersebut untuk melacak, siapa oknum yang bermain di balik bisnis haram itu.

“Dia (Haris) seharusnya dilindungi, diproses tapi tidak dikriminalisasi. Saya minta kepada Kapolri bentuk saja tim Independen,” kata dia.

Tim independen yang dibentuk itu, tak boleh melibatkan unsur-unsur yang ada di ketiga instansi. Melainkan seharusnya melibatkan pihak ketiga guna mendapatkan hasil pengusutan yang lebih objektif.

(Baca: Wapres: Dengan Dilaporkan, Justru Haris Azhar Bisa Jelaskan Secara Detail)

Lebih jauh, ia menilai, tidak mungkin Haris berniat untuk mencemarkan nama baik TNI, Polri dan BNN dengan menjatuhkan kredibilitas ketiganya. Untuk itu, Todung berharap, agar ketiga instansi itu mempertimbangkan mencabut laporan terkait adanya dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Haris.

“Dan perlu juga dilihat bahwa pasal pencemaran nama baik itu tidak bisa terhadap instansi tapi individu,” ujar Todung.

Kompas TV KontraS: Orang Bersuara Malah Dipidanakan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com