JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok masyarakat sipil berharap Polri membentuk tim independen untuk menelusuri informasi yang disampaikan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Haris Azhar, mengenai pernyataan bandar narkoba yang telah dieksekusi, Freddy Budiman.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik, Busyro Muqoddas mengatakan, jika Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian membentuk tim independen, maka akan mendukung kultur baru Polri.
"Tim independen itu justru akan membentuk kultur baru Mabes Polri di bawah Tito sebagai seorang akademisi," kata Busyro di PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (4/8/2016).
Haris Azhar sebelumnya mengungkap "curahan hati" Freddy Budiman, pengedar narkoba yang telah dieksekusi mati, terkait adanya keterlibatan oknum penegak hukum dalam pengedaran narkoba yang dilakukan Freddy.
Namun, Haris Azhar kemudian dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Polri, TNI, dan Badan Narkotika Nasional.
(Baca: Polisi, BNN, dan TNI Laporkan Haris Azhar ke Bareskrim Terkait Cerita Freddy Budiman)
Menurut Busyro, jika Bareskrim melanjutkan laporan itu, maka akan mengganggu reformasi di tubuh Polri yang dicanangkan oleh Tito.
Sebaliknya, lanjut Busyro, jika Tito membentuk tim independen, maka itu merupakan penghargaan atas demokrasi.
"Kalau laporan ini kemudian ditindaklanjuti dengan dibentuk tim independen sebagai bentuk apresiasi terhadap informasi yang disampaikan Haris, itu sebagai langkah bagus, terbuka, menghargai demokrasi," ucap Busyro.
Busyro menuturkan, tim independen tak hanya terdiri dari penegak hukum. Namun juga melibatkan masyarakat sipil.
Sebelumnya, Haris Azhar mengaku mendapatkan kesaksian dari Freddy Budiman terkait adanya keterlibatan oknum pejabat Badan Narkotika Nasional, Polri, TNI, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukan Freddy.
(Baca: Kontras Ungkap "Curhat" Freddy Budiman soal Keterlibatan Oknum Polri dan BNN)
Kesaksian Freddy, menurut Haris, disampaikan saat memberikan pendidikan HAM kepada masyarakat pada masa kampanye Pilpres 2014.
Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanyalah sebagai operator penyelundupan narkoba skala besar. Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.
(Baca juga: Kronologi Pertemuan Haris Azhar dengan Freddy Budiman)
"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai, dan orang yang saya hubungi itu semuanya titip harga," kata Haris mengulangi cerita Freddy.
Freddy bercerita kepada Haris, harga narkoba yang dibeli dari China seharga Rp 5.000. Sehingga, ia tidak menolak jika ada yang menitipkan harga atau mengambil keuntungan penjualan Freddy.
Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir. Usai menyampaikan cerita itu, Haris dilaporkan polisi, TNI dan BNN ke Bareskrim Polri, Selasa (2/8/2016).
Polisi menindaklanjuti laporan tersebut dengan akan memanggil Haris untuk dimintai keterangan.
(Baca juga: Haris Azhar dan Cerita Freddy Budiman yang Berujung Tuduhan Pencemaran Nama Baik...)