JAKARTA, KOMPAS.com - Seusai melaksanakan eksekusi mati tahap 3, Kejaksaan Agung secara resmi menyatakan permintaan maaf dan rasa dukacita kepada keluarga empat terpidana mati.
Permintaan maaf dan rasa dukacita tersebut disampaikan oleh Jaksa Agung Muhammad Prasetyo saat memberikan keterangan terkait pelaksanaan hukuman mati, di gedung Kejaksaan Agung, Jumat (29/7/2016).
"Kami meminta maaf dan tentunya turut merasa berdukacita atas meninggalnya mereka. Dukacita kami juga sampaikan kepada keluarga dan negara asal terpidana mati," ucap Prasetyo.
Prasetyo menjelaskan, eksekusi mati bukanlah hal yang menyenangkan untuk dilakukan. Namun, eksekusi harus tetap dilakukan demi menyelamatkan bangsa ini dari kejahatan narkoba.
Dia meyakinkan bahwa seluruh terpidana mati telah melewati proses hukum yang panjang dengan kecermatan dan ketelitian untuk menghindari adanya kesalahan.
"Demi menyelamatkan bangsa ini, bagaimanapun eksekusi para pelaku kejahatan narkoba tetap harus dilakukan. Tentunya melalui proses hukum yang panjang dengan kecermatan dan ketelitian," kata Prasetyo.
Prasetyo menegaskan, keputusan melaksanakan hukuman mati bukan berasal dari keinginan Kejaksaan Agung. Menurut dia, Kejaksaan hanya bertugas melaksanakan keputusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.
Seorang jaksa hanya diperintahkan untuk melaksanakan apa yang menjadi perintah undang-undang dan harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.
"Saya bisa memahami banyaknya komentar dan pertanyaan tentang mengapa eksekusi tahap 3 ini harus dilakukan. Namun, kami hanya melaksanakan keputusan pengadilan," kata Prasetyo.
Sebelumnya, Jaksa Agung membenarkan pihaknya telah melaksanakan eksekusi mati tahap 3 di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada Jumat (29/7/2016) pukul 00.45 WIB.
Dari 14 terpidana mati kasus narkoba yang direncanakan akan dieksekusi, empat orang terpidana telah dihukum mati.
Keempat terpidana yang telah dieksekusi tersebut adalah Freddy Budiman, Seck Osmane, Michael Titus, dan Humphrey Ejike.