JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR Ade Komarudin mengatakan, meski timbul polemik di masyarakat, eksekusi mati tetap harus dilaksanakan.
"Yang pasti, keputusan hukuman bila tidak ada novum (pada pengajuan peninjauan kembali) tidak bisa diubah. Harus tetap dieksekusi," kata Ade di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (29/7/2016).
Ia mengatakan turut memantau detik-detik eksekusi melalui televisi dan melihat bahwa eksekusi di lapangan terkendala cuaca. Ade pun menduga, eksekusi baru dilakukan terhadap empat dari rencana 14 terpidana mati, hanya karena masalah teknis.
(Baca: Kemenlu: Hukuman Mati Tidak Akan Ganggu Hubungan Bilateral)
"Saya kira enggak ada masalah lain kecuali teknis," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden ketiga RI, Bacharuddin Jusuf Habibie, sempat menyurati Presiden Joko Widodo agar meninjau kembali keputusan eksekusi mati terhadap terpidana mati asal Pakistan, Zulfikar Ali.
Adapun Zulfikar hingga saat ini belum dieksekusi mati. Ade menilai hal tersebut sah-sah saja dan pendapat semua orang harus dihargai.
(Baca: Antara Hidup dan Mati, Kisah Merry Utami Terjerat Ancaman Eksekusi)
Terlebih lagi yang memberikan pandangan adalah Habibie. "Tapi negara ini negara hukum. Negara hukum harus menjalankan penegakan hukum seadil-adilnya. Jangan sampai nanti disimpulkan oleh publik bahwa penegakan hukum tidak adil," ucap politisi Partai Golkar itu.
Tim eksekutor telah mengeksekusi empat terpidana mati di pulau Nusakambangan pada Jumat dini hari. Seusai dieksekusi, jenazah para terpidana itu akan dibawa ke sejumlah tempat terpisah sesuai dengan pesan terpidana sebelum menghadap regu tembak.
Keempat terpidana mati itu adalah Freddy Budiman asal Indonesia, Seck Osmane (Nigeria), Michael Titus Igweh (Nigeria), dan Humphrey Ejike (Nigeria). Semuanya adalah terpidana kasus narkotika.