JAKARTA, KOMPAS.com - Terpidana mati Zulfiqar Ali minta Kejaksaan Agung memundurkan jadwal eksekusi. Warga negara Pakistan ini sedang mengajukan grasi ke Presiden Joko Widodo.
"Saya akan tunjukan ke pihak kejaksaan bahwa surat presiden kepada saya menyatakan bahwa klien saya masih memiliki hak grasi," ujar Saut saat dihubungi, Rabu (27/7/2016).
Saut mengatakan, dirinya telah menerima surat dari Kementerian Sekretariat Negara tertanggal 20 Juni 2016 yang menyatakan kliennya berhak mengajukan grasi.
Sebelumnya Saut mengirimkan surat kepada presiden yang isinya menyatakan keberatan atas putusan yang berkekuatan hukum tetap oleh Pengadilan Negeri Tangerang.
(Baca: Jokowi Diminta Batalkan Rencana Eksekusi Mati Zulfiqar Ali)
"Surat ini telah saya sampaikan ke Kejagung untuk dipertimbangkan menunda eksekusi. Surat ini jelas-jelas menyebutkan bahwa klien saya masih memiliki hak untuk grasi," kata Saut.
Selain Zulfiqar, terpidana mati lain yang mengajukan grasi di menit-menit terakhir eksekusi mati yaitu warga negara Senegal Seck Osmane dan warga negara Indonesia Merry Utami.
Keduanya mengaku belum pernah mengajukan grasi dan masih memiliki kesempatan untuk meminta pengampunan ke presiden. Sementara itu, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menegaskan bahwa pihaknya sudah melakukan persiapan akhir untuk eksekusi mati.
Ia memberi sinyal pelaksanaan eksekusi digelar akhir pekan ini. Sebanyak 14 terpidana mati yang masuk dalam daftar eksekusi tahap ketiga sudah masuk ke ruang isolasi.
Zulfiqar Ali dihukum terkait kepemilikan 300 gram heroin pada 2004. Namun ada permintaan dari sejumlah kalangan agar eksekusi mati terhadap Zulfiqar dibatalkan.
(Baca: Terpidana Mati Zulfiqar Ali Dipindahkan dari RSUD Cilacap ke Nusakambangan)
Menurut Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf, selama proses penangkapan dan penahanan, Zulfiqar kerap mengalami penyiksaan dan kekerasan oleh oknum kepolisian untuk mengakui kepemilikan heroin tersebut.
Saut sebelumnya menyatakan bahwa banyak kejanggalan proses hukum terhadap kliennya. Selain tidak didampingi penasehat hukum hingga disidang pertama kali di Pengadilan Negeri Tangerang, Zulfiqar juga tidak didampingi oleh penerjemah.
"Zulfiqar juga tidak diperkenankan menghubungi Kedutaan Besar Pakistan sejak ditangkap," kata dia.