JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie mengatakan independensi bagi penyelenggara pemilu mutlak dibutuhkan di negara yang menganut demokrasi.
"Tandanya negara yang demokratis itu ada pemilu yang demokratis, tandanya ada Pemilu yang demoktatis ya adanya penyelenggara Pemilu yang independen," kata Jimly saat diwawancarai di acara haul (peringatan) tiga tahun wafatnya Taufiq Kiemas, di kediaman Megawati Soekarnoputri, Rabu (8/6/2016).
Jimly menilai, revisi Undang-undang (UU) Pilkada saat ini belum memberikan independensi penuh kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
(Baca: KPU Pertimbangkan Ajukan "Judicial Review" UU Pilkada ke MK)
Hal itu ditandai dengan keharusan KPU dan Bawaslu berkonsultasi dengan DPR saat membuat peraturan penyelenggara Pemilu.
"Padahal, seharusnya penyelenggara pemilu seperti KPU tak boleh tunduk oleh intervensi eksekutif dan legislatif, karena orang-orang di eksekutif dan legislatif kan yang diawasi dan diatur oleh KPU saat mereka mengikuti Pemilu, sehingga ada kepentingan politik dari intervensi tersebut," lanjut Jimly.
Di dalam Pasal 9 UU Pilkada, KPU diharuskan berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam forum dengar pendapat ketika menyusun peraturan KPU dan membuat pedoman teknis tahapan pemilihan. Keputusan dalam forum tersebut bersifat mengikat.