JAKARTA, KOMPAS.com - Keinginan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto untuk membawa Golkar menjadi partai modern dan berintegritas dipandang hanya sebatas retorika.
Penempatan sejumlah kader yang pernah terlibat kasus hukum dalam struktur kepengurusan Golkar 2016-2019 dinilai menjadi gambaran bahwa Novanto lebih mementingkan faksinya.
Pengamat politik dari UIN Jakarta, Pangi Syarwi mengatakan, UU memang tidak melarang seorang mantan narapidana untuk kembali terlibat aktif dalam partai politik.
"Namun pertanyaan mendasarnya adalah apakah betul enggak ada lagi kader yang mempunyai integritas dan kredibilitas di internal Golkar? Apakah betul-betul sudah krisis kader? Kok bisa orang-orang bermasalah masuk?" kata Pangi, melalui pesan singkat, Selasa (31/5/2016).
Dari susunan kepengurusan yang dirilis pada Senin (30/5/2016) kemarin, setidaknya, ada tiga pengurus Golkar masa periode 2016-2019 yang pernah terlibat kasus hukum.
Mereka adalah Ketua Harian Nurdin Halid, Ketua DPP Golkar Bidang Pemuda dan Olahraga Fahd El Fouz, dan Ketua Pemenang Pemilu Wilayah Jawa Timur Sigit Haryo Wibisono.
Nurdin merupakan mantan terpidana kasus impor gula ilegal dan impor beras Vietnam.
Adapun Fahd adalah mantan terpidana kasus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah/DPID.
Sedangkan Sigit merupakan mantan terpidana kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnain.
"Kalau kita cermati dari awal, Setnov masih membawa kepentingan pragmatis dengan mendahulukan faksionalismenya. Jadi, selama kepentingan faksi didahulukan, walaupun tidak nampak ke permukaan, tentu saja akan mengganjal kinerja pengurus," ujar Pangi.
Ia menambahkan, Golkar ke depan akan memiliki pekerjaan rumah yang sulit diselesaikan jika struktur kepengurusan saat ini tetap dipertahankan. Terlebih, dalam menghadapi pelaksanaan Pilkada Serentak 2017 mendatang.
Stigma negatif di masyarakat, kata Pangi, akan muncul apabila Golkar tetap mempertahankannya.
"Kesannya Novanto meremeh temehkan soal moral, kredibilitas, dan integritas pengurus Golkar yang baru," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.