JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, saat ini Kementerian Sosial terkendala minimnya panti khusus untuk menangani pelaku kejahatan seksual yang berstatus anak.
"Kami kekurangan sarana untuk memulihkan dan membimbing mereka supaya tak kembali mengulang perbuatannya," kata Khofifah dalam Rapat Kerja Gabungan di Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/5/2016).
"Padahal penanganan mereka jelas tak bisa dicampur di lembaga pemasyarakatan umum biasa," ujarnya.
Saat ini terdapat 7.800 pelaku kejahatan seksual berstatus anak yang seharusnya ditampung di Panti Anak Berkonflik Hukum (ABH).
Panti itu merupakan tempat khusus bagi anak yang dipidana hukuman kurungan selama tujuh tahun.
Dari jumlah tersebut, seluruh Panti ABH di Indonesia hanya mampu menampung 42 persen.
Sedangkan bagi pelaku kejahatan seksual berstatus anak yang dipidana hukuman kurungan lebih dari tujuh tahun berjumlah 3.800 anak.
Dari jumlah tersebut, seluruh Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) hanya mampu menampung 41 persen.
Karena itu, jika Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual disahkan menjadi undang-undang, Kemensos berencana menambah jumlah Panti ABH dan LPKA.
"Untuk jangka pendeknya kami akan bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk menyedikan ruang khusus di lembaga pemasyarakatan umum," ucap Khofifah.
Rapat Kerja Gabungan ini merupakan awalan sebelum membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang resmi masuk ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2016.
RUU tersebut muncul karena kasus kekerasan seksual yang belakangan ini marak terjadi di Indonesia. Khususnya terhadap anak.