JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ternyata telah memberikan data aliran keuangan milik Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Oleh KPK, Nurhadi diduga terkait dengan beberapa kasus suap yang tengah ditelusuri.
"Ada permintaan dari KPK dan kami sudah penuhi, cuma saya tidak bisa bicara detail pokoknya," ujar Ketua PPATK M Yusuf, saat ditemui di Gedung Lemhanas, Jakarta, Sabtu (28/5/2016).
(Baca juga: Di Hadapan Komite Etik MA, Nurhadi Bantah Terlibat Perkara Suap di PN Jakpus)
Menurut Yusuf, permintaan tersebut disampaikan KPK tak lama setelah menangkap tangan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurut dia, aliran keuangan yang ditelusuri PPATK berbeda dengan uang sebesar Rp1,7 miliar, yang disita penyidik KPK dari kediaman Nurhadi, beberapa hari setelah operasi tangkap tangan.
Nurhadi setidaknya telah dua kali dikaitkan dengan perkara suap di lembaga peradilan.
Untuk kasus-kasus tersebut, Nurhadi juga telah diperiksa sebagai saksi oleh penyidik KPK.
Pertama, Nurhadi diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penundaan pengiriman salinan kasasi dalam perkara korupsi pembangunan pelabuhan di Nusa Tenggara Barat, tahun 2007-2008 dengan Direktur PT Citra Gading Asritama, Ichsan Suaidi, sebagai terdakwa.
Dalam kasus tersebut, KPK menangkap tangan Kasubdit Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna.
Sementara itu, Nurhadi juga diduga mengetahui perkara suap yang melibatkan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Ia pun telah dicegah agar tidak bepergian ke luar negeri. Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan pihak swasta bernama Doddy Ariyanto Supeno.
Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka selaku pemberi dan penerima suap.
(Baca juga: Saat Diperiksa KPK, Nurhadi Ditanya soal Keterkaitannya dengan Beberapa Perkara)
Uang sebesar Rp 50 juta yang disita dalam operasi tangkap tangan tersebut diduga terkait pengajuan peninjauan kembali (PK), dua perusahaan swasta yang sedang berperkara di PN Jakarta Pusat.
Dalam kasus ini, KPK juga telah menyita uang sebesar Rp1,7 miliar di kediaman milik Nurhadi di Jalan Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta.
Uang dalam jumlah tersebut ditemukan dalam berbagai pecahan mata uang asing. KPK menduga uang tersebut terkait dengan perkara hukum yang sedang ditelusuri di PN Jakpus.