Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK Serahkan Data Transaksi Keuangan Sekretaris MA kepada KPK

Kompas.com - 28/05/2016, 14:37 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ternyata telah memberikan data aliran keuangan milik Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Oleh KPK, Nurhadi diduga terkait dengan beberapa kasus suap yang tengah ditelusuri.

"Ada permintaan dari KPK dan kami sudah penuhi, cuma saya tidak bisa bicara detail pokoknya," ujar Ketua PPATK M Yusuf, saat ditemui di Gedung Lemhanas, Jakarta, Sabtu (28/5/2016).

(Baca juga: Di Hadapan Komite Etik MA, Nurhadi Bantah Terlibat Perkara Suap di PN Jakpus)

Menurut Yusuf, permintaan tersebut disampaikan KPK tak lama setelah menangkap tangan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Menurut dia, aliran keuangan yang ditelusuri PPATK berbeda dengan uang sebesar Rp1,7 miliar, yang disita penyidik KPK dari kediaman Nurhadi, beberapa hari setelah operasi tangkap tangan.

Nurhadi setidaknya telah dua kali dikaitkan dengan perkara suap di lembaga peradilan.

Untuk kasus-kasus tersebut, Nurhadi juga telah diperiksa sebagai saksi oleh penyidik KPK.

Pertama, Nurhadi diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penundaan pengiriman salinan kasasi dalam perkara korupsi pembangunan pelabuhan di Nusa Tenggara Barat, tahun 2007-2008 dengan Direktur PT Citra Gading Asritama, Ichsan Suaidi, sebagai terdakwa.

Dalam kasus tersebut, KPK menangkap tangan Kasubdit Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna.

Sementara itu, Nurhadi juga diduga mengetahui perkara suap yang melibatkan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Ia pun telah dicegah agar tidak bepergian ke luar negeri. Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan pihak swasta bernama Doddy Ariyanto Supeno.

Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka selaku pemberi dan penerima suap.

(Baca juga: Saat Diperiksa KPK, Nurhadi Ditanya soal Keterkaitannya dengan Beberapa Perkara)

Uang sebesar Rp 50 juta yang disita dalam operasi tangkap tangan tersebut diduga terkait pengajuan peninjauan kembali (PK), dua perusahaan swasta yang sedang berperkara di PN Jakarta Pusat.

Dalam kasus ini, KPK juga telah menyita uang sebesar Rp1,7 miliar di kediaman milik Nurhadi di Jalan Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta.

Uang dalam jumlah tersebut ditemukan dalam berbagai pecahan mata uang asing. KPK menduga uang tersebut terkait dengan perkara hukum yang sedang ditelusuri di PN Jakpus.

Kompas TV MA Belum Temukan Sopir Nurhadi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com