JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengatakan, Partai Golkar sebaiknya mengikuti saran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait iuran Rp 1 miliar dari para bakal calon ketua umum.
Para calon diwajibkan menyumbang Rp 1 miliar untuk penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa di Bali, 15-17 Mei 2016.
KPK menilai, iuran itu isa dikategorikan sebagai politik uang, apalagi ada kandidat yang merupakan pejabat publik.
Hendri mengatakan, peringatan dari KPK itu untuk mewujudkan demokrasi di Indonesia yang bersih dari politik uang.
"KPK dalam memberikan imbauan pasti sudah melalui berbagai pertimbangan walaupun parpol juga punya pertimbangan sendiri," kata Hendri melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com, Senin (9/5/2016).
Hendri menekankan, hal terpenting yang harus dilakukan Golkar saat ini adalah membangun citra partai yang lebih baik.
Citra Golkar semakin terpuruk setelah dilanda konflik selama lebih dari setahun belakangan.
"Partai Golkar sedang membutuhkan perbaikan citra pasca berbagai kasus yang diderita parpol ini. Maka seharusnya tidak melakukan urunan, cukup mematuhi AD/ART saja," kata Hendri.
Hendri juga menilai, alasan bahwa iuran Rp1 miliar disebut sebagai cara mencegah adanya politik uang dalam pemilihan ketua umum, kurang tepat.
Bagaimana pun, menurut dia, perwujudan demokrasi harus dimulai dari pilihan sadar dan mandiri serta berlandaskan pada pilihan hati nurani setiap orang.
"Money politics transparan atau tidak transparan tidak boleh dilakukan," katanya.
Tetap "setor" Rp 1 miliar
Sebelumnya, Steering Committee Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar memutuskan bahwa syarat setoran Rp 1 miliar untuk setiap calon ketua umum Partai Golkar tetap berlaku.
Syarat ini tetap diberlakukan meski Komisi Pemberantasan Korupsi telah memberikan saran bahwa setoran tersebut adalah bentuk politik uang dan gratifikasi.
Keputusan tersebut diambil dalam rapat Steering Committee Munaslub Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Kamis (5/5/2016).
"Sumbangan caketum tidak berkaitan dengan gratifikasi," kata Sekretaris Steering Committee Munaslub Golkar Agun Gunanjar Sudarsa.
Sementara itu, Wakil Ketua Komite Etik Munaslub Golkar Lawrence Siburian mengatakan, KPK melarang penarikan iuran karena calon yang akan dipilih maupun pihak yang punya suara ada yang berasal dari kalangan penyelenggara negara.
"Itu bisa masuk dalam ketentuan gratifikasi, karena itu dilarang memberikan sumbangan Rp1 miliar di dalam munaslub ini," kata Lawrence, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (4/5/2016).
Lawrence Siburian menjelaskan hal tersebut usai bertemu dengan Pimpinan KPK yaitu Agus Rahardjo, Basaria Panjaitan, Laode M Syarif, Alexander Marwata, dan sejumlah Deputi dan pejabat KPK lain terkait kewajiban iuran Rp 1 miliar yang harus dibayarkan bakal calon ketum Partai Golkar.