Ia menilai, UU tersebut memang sudah seharusnya direvisi sesuai dengan perkembangan terkini terkait terorisme.
"Kami menganggap Undang-Undang Terorisme memang perlu dilakukan perubahan atau revisi, melihat tantangan mutakhir terorisme terus berkembang," ujar Hendardi, saat ditemui di Jakarta Pusat, Kamis (3/3/2016).
Hendardi menyampaikan sejumlah catatan yang seharusnya menjadi titik perhatian dalam revisi UU Pemberantasan Terorisme.
Pertama, menurut Hendardi, UU Pemberantasan Terorisme harus mengatur soal akuntabilitas kinerja Polri, khususnya Detasemen Khusus 88.
Dengan kewenangan yang lebih luas, potensi kesewenang-wenangan dalam penanganan tindak pidana terorisme menjadi lebih besar.
Akan tetapi, selama ini belum ada mekanisme yang akuntabel untuk memastikan akurasi tindakan Densus 88 sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Puluhan ledakan bom atau tindakan terorisme selama ini berhasil ditangani oleh Polri. Saat bersamaan, reproduksi teroris baru juga berkembang.
Meski banyak variabel yang memicu tumbuhnya aktor-aktor baru, seharusnya mitigasi potensi tindak pidana terorisme semakin progresif dilakukan oleh institusi Polri.
"Setara Institute berpandangan, pemerintah perlu mempertimbangkan ketersediaan mekanisme akuntabilitas dan pengawasan terhadap kinerja pemberantasan terorisme, termasuk mempertegas peran BNPT," ujar Hendardi.
Catatan kedua, draf revisi UU Pemberantasan Terorisme sama sekali tidak memberikan perhatian pada penanganan korban tindak pidana terorisme dan korban salah tangkap terduga terorisme.
"Tetapi tanpa mekanisme yang jelas yang diatur di dalam UU Terorisme hak-hak korban sulit untuk dipenuhi," kata dia.
Selain itu, lanjut Hendardi, terkait akuntabilitas, DPR harus membentuk badan pengawas di BNPT dan Densus 88.
Fungsinya untuk mengaudit keuangan dan tindakan pemberantasan terorisme
"Selama ini tidak ada laporan yang transparan, jadi publik tidak bisa mengkaji apakah mereka sudah sesuai dengan koridornya. Lagipula mereka bekerja dari uang pajak masyarakat," ujar Hendardi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.