Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pak Raden dan Negeri yang Tak Peduli

Kompas.com - 31/10/2015, 18:52 WIB
Jodhi Yudono

Penulis


Catatan Kaki Jodhi Yudono

KOMPAS.com — Beberapa hari lalu, di sebuah acara makan siang bersama beberapa kawan, saya mengatakan, betapa negara ini tidak pandai menghargai orang-orang hebat dan berjasa yang dimiliki negeri ini. Lantas saya pun menyebut satu nama untuk memberi contoh manusia luar biasa yang tidak memperoleh penghargaan yang layak.

"Drs Suyadi alias Pak Raden adalah salah satu contohnya," kata saya.

Lalu, saya pun bercerita saat saya mendokumentasikan beliau secara audiovisual di rumah kontrakannya di daerah Jakarta Timur pada tahun 2005, beberapa hari sebelum beliau menerima Anugerah Kebudayaan dari pemerintah. Saya tercenung cukup lama di ruang tamunya yang berantakan.

Mengunjungi rumah kontrakannya saat itu, di Jalan Kebon Nanas I/22, Jakarta Timur, rasanya negeri ini telah berlaku "kejam" kepadanya. Bayangkanlah, orang dengan talenta yang luar biasa dalam bidang kepenulisan, melukis, menggambar, mendongeng, membuat film, tetapi hidupnya masih jauh dari yang disebut makmur.

Tak ada barang mewah di rumah itu. Di ruang tamu cuma tampak pesawat televisi 14 inci. Lampu yang biasanya menerangi wajahnya kala ia merias wajahnya menjadi Pak Raden yang berkumis tebal dengan alis menjulang ke atas itu pun telah mati. Sementara itu, lampu penerangan di rumah tersebut memaksa pengguna kamera manual harus menurunkan speed-nya hingga pada angka 2 (dua) saat memotret.

Di rumah kontrakannya yang persis berseberangan dengan pasar tradisional itu, Drs Suyadi tinggal bersama Nanang. Namun, begitulah, kendati ia memiliki seorang pembantu, tampak betul jika rumah tinggal itu tak pernah mendapat sentuhan dari seorang perempuan.

Ya, hingga usia senja, tiada perempuan berada di sampingnya. Barangkali, memang begitulah suratan hidup Suyadi. Secara berseloroh, ia mengatakan, "Saya ini joko tuo sing ora payu rabi (jejaka tua yang tak laku kawin)."

Lihatlah seisi ruangan di rumah itu. Di ruang tamu, ruang makan, kamar, penuh dengan lukisan, sketsa, boneka, kertas yang berserakan, bekas cat, buku-buku, dan… kucing. Yang terakhir ini adalah makhluk "buangan" para tetangga yang sudah bosan dengan hewan piaraan itu.

"Ada sekitar 20, hasil 'sumbangan' para tetangga," kata Suyadi perihal hewan piaraannya itu.

Dia mengatakan, para tetangga itu biasanya mencemplungkan kucing-kucing tersebut melalui pagar rumah tinggalnya. Setelah diberi makan oleh Nanang, biasanya kucing-kucing itu betah tinggal di sana, bersama Suyadi dan Nanang.

Zaman demi zaman telah dilalui oleh Suyadi. Pada tiap zaman itu, Suyadi selalu menjumpai dunia anak-anak yang berbeda. Namun, katanya, kendati berbeda, anak tetaplah anak. Makhluk kecil yang harus disirami dengan kasih sayang. Lewat mendongeng dan buku-buku cerita hasil karyanya itulah, Suyadi menyirami jiwa anak-anak Indonesia.

Pemandangan rumah yang berantakan dan tak terawat ternyata masih terlihat beberapa tahun kemudian saat beliau telah pindah rumah tinggal. Rumah tinggalnya yang terakhir berada di gang sempit di daerah Petamburan, Slipi. Rumah bernomor 27 di RT 003 RW 04 gelap dan kusam. Halamannya yang tidak seberapa luas dipenuhi kaleng cat dan sisa-sisa kayu untuk membuat boneka. Kesan penuh juga ada di ruang tamu. Berbagai lukisan berekamkan cerita-cerita pewayangan dan boneka-boneka ciptaan Suyadi si Pak Raden memenuhi ruang itu.

Harus diakui, Pak Raden adalah tokoh multitalenta yang namanya terus bertahan hingga empat dekade. Sosok rekaan berwujud boneka yang berwatak feodal dalam film boneka Si Unyil yang pemarah dan selalu mengenakan belangkon serta tongkat. Sedemikian terkenalnya sosok Pak Raden sampai-sampai menenggelamkan nama Drs R Suyadi yang ada di balik karakter boneka berkumis yang suka berbahasa campur-campur, Jawa, Indonesia, dan Belanda.

***

Drs Suyadi adalah putra patih Surabaya di zaman Belanda yang lahir pada 28 November 1932 di Jember, Jawa Timur. Sebagai putra patih, ia dengan mudah menempuh pendidikan hingga lulus di Jurusan Seni Rupa Institut Teknologi Bandung pada 1960. Sebagai anak ketujuh dari sembilan bersaudara, putra patih (penjabat operasional yang mengatur sebuah pemerintahan kota), ini juga dengan mudah memenuhi kegemarannya menonton film-film Walt Disney.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Nasional
Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Nasional
GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

Nasional
Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Nasional
Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Nasional
PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

Nasional
Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Nasional
Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Nasional
Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com