JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang perdana gugatan praperadilan mantan Direktur Utama PLN Dahlan Iskan terhadap Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta digelar, Senin (27/7/2015), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dahlan merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gardu induk PLN oleh kejaksaan.
Sidang praperadilan dipimpin oleh hakim Lendriaty Janis dan dimulai pukul 10.00 WIB. Hadir tim kuasa hukum Dahlan yang dipimpin Yusril Ihza Mahendra dan pihak yang digugat dari Kejati DKI Jakarta.
Yusril mengatakan, Dahlan mengajukan praperadilan karena ingin menguji argumentasi dan bukti yang dimiliki Kejati DKI Jakarta dalam penetapan statusnya sebagai tersangka. Terlebih, putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa penetapan status tersangka merupakan objek praperadilan.
Ia menilai penetapan Dahlan sebagai tersangka tidak cukup bukti dan tidak tepat.
"Apa yang dituduhkan ke Pak Dahlan sebenarnya sudah tidak sesuai dengan waktunya," kata Yusril di PN Jaksel.
Yusril menegaskan, Dahlan sudah tidak menjabat sebagai Dirut PLN Sejak 26 Oktober 2012. Namun, kata Yusril, Kejati DKI Jakarta menuduhkan kesalahan pada Dahlan atas pengadaan gardu PLN setelah periode waktu tersebut.
"Kami ingin lihat argumentasi dan bukti yang diajukan penyidik untuk menetapkan Pak Dahlan sebagai tersangka. Kalau misalnya tidak cukup bukti dan alasan hukum, maka berdasarkan perintah pengadilan penetapan tersangka itu harus dicabut," ujarnya.
Gugatan praperadilan itu didaftarkan Dahlan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (3/7/2015). Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN senilai Rp 1,06 triliun.
Penganggaran proyek 21 gardu induk itu diduga melanggar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa.
Menurut Pasal 5 dalam peraturan itu, KPA wajib mengeluarkan surat tanggung jawab dan pernyataan bahwa pengadaan/pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur sudah dituntaskan. Setelah ada surat itu, Menteri Keuangan menyetujui sistem penganggaran proyek.
"Ini pembebasan lahannya banyak yang belum tuntas. Namun, ada surat dari KPA (Konsorsium Pembaharuan Agraria) yang menyatakan bahwa lahan sudah siap sehingga Kementerian Keuangan setuju," ucap Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Adi Toegarisman seperti dikutip harian Kompas.
Terkait sistem pembayaran, menurut Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, pembayaran dilakukan sesuai dengan perkembangan proyek.
"Di proyek ini, banyak pekerjaan yang belum dikerjakan, tetapi sudah dibayar dengan alasan untuk membeli material. Ini tak bisa dilakukan karena uang negara keluar dan tak ada hasilnya," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.