JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Persatuan Pembangunan kubu Muhammad Rommahurmuziy mendesak Komisi Pemilihan Umum untuk merevisi Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Kepala Daerah. Sebab, terdapat pasal yang saling berkontradiksi di dalam peraturan tersebut.
"PPP mendesak KPU merevisi PKPU tersebut, khususnya terkait kepengurusan partai politik bersengketa," kata Ketua Steering Committee Rapimnas II PPP Isa Muchsin dalam keterangan yang diterima awak media, Selasa (14/7/2015) malam.
Isa menjelaskan, pasal 36 ayat (1) dan (2) peraturan tersebut menyatakan adanya keharusan inkracht (putusan berkekuatan hukum tetap) atau islah untuk setiap parpol yang kepengurusannya dipersengketakan. Hal itu kontradiksi dengan Pasal 34 ayat (1) yang menyatakan "KPU berkoordinasi dengan menteri untuk mendapatkan salinan keputusan terakhir tentang penetapan kepengurusan partai politik tinhkat pusat pendaftaran pasangan calon".
"Aturan ini (pasal 34) contradictio in terminis dengan pengaturan khusus (lex spesialis) di pasal 36 ayat 1 dan ayat 2. Dengan demikian berpotensi batal demi hukum jika dilakukan gugatan atasnya," kata Isa.
Dengan revisi atas peraturan tersebut, kubu Romy ingin agar KPU hanya mengakui kepengurusan partai politik yang telah memiliki legalitas yang sah dari Kementerian Hukum dan HAM sebagai peserta pilkada serentak mendatang.
Untuk diketahui, Kemenkumham sebelumnya telah menerbitkan surat keputusan atas kepengurusan hasil Muktamar VIII PPP di Surabaya. Namun, SK tersebut dibatalkan oleh kepengurusan PPP hasil Muktamar VIII Jakarta melalui persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Belakangan, kubu Rommy mengajukan banding atas putusan tersebut ke Pengadilan Tinggi TUN Jakarta. Dalam putusannya, PT TUN menyatakan membatalkan hasil putusan pengadilan tingkat pertama.
"Merujuk Pasal 23 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang menyebutkan, susunan kepengurusan partai politik ditetapkan dengan keputusan menteri. Maka revisi atas peraturan tersebut tetap mengacu kepada yurisdiksi yang dimiliki oleh menteri," ujar Isa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.