Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jangan Pilih Kerabat Petahana yang Rekam Jejaknya Buruk"

Kompas.com - 09/07/2015, 15:39 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Masyarakat diminta cerdas menggunakan hak suaranya ketika pemilihan kepala daerah serentak pada 9 Desember 2015. Masyarakat harus bisa membedakan mana calon yang bersih dan mana calon yang korup dan hanya ingin membangun dinasti politik.

"Kalau memang ada petahana yang rekam jejaknya buruk, lalu kerabatnya maju di pilkada, ya jangan dipilih," kata pakar hukum tata negara Margarito Kamis dalam diskusi 'MK Legalkan Politik Dinasti' di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/7/2015).

Hal tersebut disampaikan Margarito menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi yang mengizinkan keluarga dan kerabat petahana untuk mengikuti pemilihan kepala daerah. (baca: "MK Tak Pikirkan Politik Dinasti Bisa Terjadi Pemiskinan dan Pembodohan Rakyat")

Menurut dia, tidak ada yang salah dalam putusan MK itu. Kuncinya, masyarakat harus bisa mengetahui apakah suatu calon hendak membangun politik dinasti di daerahnya. Selain itu, kata dia, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu hingga kepolisian harus memastikan tidak ada politik uang yang terjadi dalam pilkada.

"Rakyat tahu dan bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk," kata Margarito.

Hal serupa disampaikan mantan Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Johan. Dia memang mengaku masih pesimistis rakyat bisa memilih calon yang berintegritas di tengah godaan politik uang.

Namun, kata dia, sudah ada contoh nyata perlawanan rakyat terhadap dinasti politik. Hal tersebut terjadi di Bandung, Jawa Barat, saat istri petahana Dada Rosada maju sebagai Walikota. Rakyat bisa melihat dengan jernih bahwa Dada sudah tersangkut kasus korupsi, akhirnya istri Dada gagal terpilih.

"Media massa setidaknya harus melakukan uji publik terhadap para calon. Yang mana yang punya hubungan kekerabatan, lalu dibuka rekam jejaknya. Dengan begitu publik punya informasi," ucap dia.

Mahkamah Konstitusi membatalkan syarat calon kepala daerah/calon wakil kepala daerah tidak punya konflik kepentingan dengan petahana seperti diatur dalam Pasal 7 Huruf r UU No 8/2015. (baca: MK: Larangan Keluarga Petahana Ikut Pilkada Melanggar Konstitusi)

Dengan demikian, anggota keluarga, kerabat, dan kelompok yang dekat dengan petahana dapat mengikuti pilkada serentak pada Desember 2015, tanpa harus menunggu jeda lima tahun atau satu periode jabatan.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan, ketentuan larangan konflik kepentingan memuat pembedaan perlakuan yang semata didasarkan atas kelahiran dan status kekerabatan seseorang. Padahal, konstitusi menjamin setiap orang bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif. Larangan diskriminasi juga ditegaskan dalam Pasal 3 Ayat (3) UU HAM.

MK menilai Pasal 7 Huruf r UU No 8/2015 juga sulit dilaksanakan oleh penyelenggara pilkada. Ini karena pemaknaan terhadap frasa ”tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana” diserahkan kepada penafsiran setiap orang sesuai kepentingannya hingga bisa menimbulkan ketidakpastian hukum. (baca: Menurut MK, Larangan Keluarga Petahana Ikut Pilkada Diskriminasi dan Langgar HAM)

Dalam putusannya, MK tidak menafikan kenyataan di mana kepala daerah petahana punya berbagai keuntungan terkait pencalonan kerabatnya. MK sepakat dengan pentingnya pembatasan agar keuntungan itu tidak disalahgunakan petahana untuk kepentingan dirinya dan kerabatnya.

Namun, pembatasan harus ditujukan kepada kepala daerah petahana, bukan kepada keluarga, kerabat, atau kelompok-kelompok yang dimaksud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com