"Saya kurang paham pihak-pihak yang bersemangat untuk revisi UU KPK, khususnya terkait marwah KPK berupa penyadapan. Kemungkinan ada rasa kekhawatiran akan jadi korban OTT," ujar Indriyanto melalui pesan singkat, Jumat (26/6/2015).
Salah satu peninjauan dalam revisi UU KPK ialah penyadapan hanya boleh dilakukan kepada pihak-pihak yang telah diproses pro-justitia. Artinya, itu hanya boleh dilakukan pada tingkat penyidikan. (Baca: Kalla Tak Setuju Polri Punya Kewenangan Penyadapan ala KPK, Ini Alasannya)
Indriyanto mengatakan, Pasal 26 UU Tindak Pidana Korupsi menyebutkan, KPK diperkenankan melakukan penyadapan mulai dari tingkat penyelidikan hingga penuntutan. Menurut dia, penyadapan merupakan hak istimewa KPK sehingga kemungkinan ada pihak yang iri atas kewenangan tersebut. Namun, keistimewaan tersebut tidak lantas membuat KPK dapat menyadap sebebasnya tanpa batas.
Indriyanto menekankan, penyadapan oleh KPK selalu diawasi ketat oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika.
"Kinerja monitoring penyadapan selalu mendapat evaluasi ketat teknis atau administratif dari Menkominfo, artinya selalu dilakukan dengan basis tight dan strict," kata dia.
Sebelum UU KPK direvisi, menurut Indriyanto, seharusnya dilakukan harmonisasi dengan KUHAP, KUHP, dan UU Tipikor. Jika tidak, kata dia, tatanan hukum di Indonesia akan saling tumpang tindih.
"Revisi tanpa adanya harmonisasi UU terkait justru menimbulkan overlapping akan menimbulkan disharmonisasi dan merusak tatanan unifikasi dan kodifikasi hukum pidana," ujar Indriyanto.
Rapat paripurna DPR telah memutuskan bahwa revisi Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang KPK sudah masuk Program Legislasi Nasional Prioritas 2015. Meski demikian, Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno sudah menyatakan bahwa pemerintah tidak ingin UU KPK direvisi.
Setidaknya, ada lima peninjauan yang akan dilakukan dalam revisi UU KPK. Pertama, kewenangan penyadapan agar tidak menimbulkan pelanggaran HAM, yaitu hanya ditujukan kepada pihak-pihak yang telah diproses pro-justitia. Kedua, peninjauan terkait kewenangan penuntutan yang perlu disinergikan dengan kewenangan Kejaksaan Agung. Ketiga, dewan pengawas perlu dibentuk untuk mengawasi KPK dalam menjalankan tugasnya. Keempat, perlu ada pengaturan mengenai pelaksanaan tugas pimpinan jika berhalangan. Kelima, mengenai penguatan terhadap pengaturan kolektif kolegial.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.