"Jangan buruk rupa cermin dibelah, partai tidak siap Undang-undang diubah," kata Adian, dalam diskusi bersama SmartFM, di Jakarta Pusat, Sabtu (30/5/2015).
Adian menuturkan, kalau mengikuti aturan formal, revisi UU Pilkada akan sulit dilakukan karena berbenturan dengan dimulainya tahapan pelaksanaan pilkada serentak. Akan tetapi, Adian memandang revisi itu bisa dilakukan jika ada kesepakatan setelah pimpinan partai politik melakukan lobi.
Ia menegaskan, PDI-P menolak untuk usulan merevisi UU Pilkada. Adian juga mengklaim sikap PDI-P itu diikuti oleh fraksi partai lain di DPR, seperti Fraksi Nasdem, dan Hanura. "Sulit melakukan revisi dengan cepat. Tapi kalau dimainkan sana-sini, lobi sana sini ya tidak tahu," ujarnya.
Usul revisi UU Pilkada ini muncul setelah Komisi Pemilihan Umum menyetujui draf peraturan KPU mengenai partai politik yang bersengketa. KPU memberikan syarat bahwa parpol yang bersengketa di pengadilan harus sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah islah sebelum pendaftaran pilkada.
Pada rapat pimpinan DPR, Komisi II DPR, KPU, dan Kementerian Dalam Negeri, Senin (4/5/2015), DPR meminta KPU menyertakan putusan sementara pengadilan sebagai syarat untuk mengikuti pilkada. Namun, KPU menolak karena tidak ada payung hukum yang mengatur hal itu.
Akhirnya, DPR berupaya merevisi UU Partai Politik dan UU Pilkada untuk menciptakan payung hukum baru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.