Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekhawatiran Pasca-Putusan Praperadilan Hadi Poernomo

Kompas.com - 27/05/2015, 08:17 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan gugatan praperadilan mantan Direktur Jenderal Pajak, Hadi Poernomo, menambah rentetan kekalahan Komisi Pemberantasan Korupsi. Apakah putusan tersebut akan memicu munculnya gelombang praperadilan berikutnya terhadap KPK?

Kekhawatiran itu sempat dilontarkan Ketua sementara KPK Taufiequrachman Ruki saat memberikan pernyataan usai putusan. Menurut dia, putusan hakim tunggal Haswandi yang menangani perkara Hadi, dapat mematahkan ratusan kasus yang telah ditangani KPK dan telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht. (Baca: Hakim Haswandi Pernah Vonis Andi dan Anas Bersalah meski Penyelidiknya Non-Polri)

"Putusan praperadilan yang tidak sah mengacaukan 371 tindak pidana korupsi yang punya kekuatan hukum tetap sejak 2004 jadi tidak sah," kata Ruki, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (26/5/2015).

KOMPAS.com/DANI PRABOWO Hakim Haswandi membacakan putusan dalam sidang gugatan praperadilan yang diajukan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/5/2015).
Dalam putusannya, hakim Haswandi mempersoalkan keabsahan penyelidik dan penyidik KPK yang bukan berasal dari Polri dan Kejaksaan. Hal itu berimplikasi pada tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan penyelidik dan penyidik tersebut. Menurut Haswandi, penyelidik dan penyidik KPK yang menangani kasus Hadi telah berhenti dari intansi sebelumnya, namun belum diangkat menjadi penyelidik dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) oleh KPK. (Baca: KPK Tetap Anggap Hadi Poernomo Tersangka)

Selain itu, para penyelidik dan penyidik KPK juga harus menyandang status itu di intansi sebelumnya.

Wakil Ketua sementara KPK, Indriyanto Seno Adji menilai, pertimbangan yang diberikan Haswandi akan berdampak luas bagi penanganan kasus korupsi ke depan. Pasalnya, pertimbangan itu mengancam status penyelidik dan penyidik di instansi lain di luar Polri dan kejaksaan. (Baca: KPK: Putusan Praperadilan Hadi Poernomo Melampaui Permohonan)

"Selama ini proses tindak pidana korupsi dan tindak pidana lain di luar korupsi misalnya tindak pidana imigrasi, tindak pidana kehutanan, tindak pidana pasar modal dan lain-lain dilakukan oleh penyidik yang bersangkutan PPNS tapi tidak diatur siapa penyelidiknya artinya tindak pidana-tindak pidana yang dilakukan tadi disebutkan dalam ranah itu yang dilakukan penyelidik juga tidak sah," ungkap Indriyanto.

Putusan MK

Hadi Poernomo merupakan tersangka kedua KPK yang gugatan praperadilannya dikabulkan PN Jakarta Selatan. Ia menggugat penetapannya sebagai tersangka oleh KPK. Putusan tersebut tidak terlepas dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 yang dikeluarkan pada 28 April 2015 lalu. Putusan itu menyatakan bahwa penetapan tersangka masuk dalam objek praperadilan.

Sebelumnya, pada 12 Mei 2015 lalu, hakim Yuningtyas Upiek mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin. KPK sebelumnya menetapkan Ilham sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar tahun anggaran 2006-2012. (Baca: KPK Pastikan Lawan Hadi Poernomo Lewat Banding atau Kasasi)

Saat itu, Yuningtyas mempertimbangkan, banyaknya bukti tidak asli yang diajukan KPK pada saat pemeriksaan berkas di praperadilan. Selain juga, menurut dia, KPK tidak bisa menunjukkan bukti bahwa telah memeriksa Ilham sebagai tersangka. Namun, KPK justru mengeluarkan sprindik baru pada 20 November 2014 untuk kasus yang sama.

Sebelumnya, sprindik pertama atas kasus Ilham diterbitkan pada 2 Mei 2014.

"Termohon tidak bisa menunjukkan minimal 2 alat bukti yang sah, tidak dapat menunjukkan bukti surat telah memeriksa calon tersangka, tidak ada bukti telah didengar keterangan ahli?," kata Yuningtyas.

Sebelum ada putusan MK, PN Jakarta Selatan telah mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan mantan Kepala Lembaga Pendidikan Polri, Komjen Budi Gunawan pada 16 Februari 2015.

KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier (Karobinkar) Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian. Hakim Sarpin Rizaldi yang menangani perkara itu menyatakan, KPK tak berwenang menangani kasus Budi. Hal itu disebabkan, saat kasus itu terjadi, Budi bukan berstatus sebagai aparat penegak hukum dan penyelenggara negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com