JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, setelah pembatalan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air oleh Mahkamah Konstitusi, pemerintah segera memrioritaskan revisi UU tersebut agar ada landasan hukum yang kuat dalam pengelolaan sumber daya air.
"Jelaslah kalau MK membatalkan (UU Nomor 7/2004). Bukankah dalam UUD 1945, kan, bumi dan air dan kekayaan alam lainnya yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jadi, wajar kalau ditolak," ujar Wapres Kalla saat ditanya Kompas, Selasa (3/3) malam, di Jakarta.
Menurut Wapres, pemerintah segara merancang untuk revisi UU Nomor 7/2004 ke DPR. "Swastanisasi boleh-boleh saja tetapi lihat untuk apa saja swastanisasi yang sesuai manat UUD 1945," tambahnya.
Menteri Agraria & Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan membenarkan, UU Nomor 7 Tahun 2004 memang menjadi prioritas pemerintah untuk direvisi segera.
"Kalau ada putusan MK, dan jika ada konvensi yang diratifikasi pemerintah, otomatis ketentuan tersebut masuk dalam Progran Legislasi Nasional (Prolegnas). Itu, termasuk UU No.7/2004 tentang Sumber Daya Air, yang dibatalkan MK. Dengan sendirinya masuk dalam Prolegnas," ujarnya.
Menurut Ferry, revisi bisa cepat atau lambat tergantung DPR.
"Karena, menurut saya hanya satu atau dua pasal saja yang harus direvisi, terutama terkait penguasaan sumber daya air dan swastanisasi. Tidak mungkin mata air yang dibutuhkan banyak orang harus dikuaasi swasta meskipun tanah tersebut milik swasta. Sebab, UUD 1945 menetapak bumi, air dan kekayaan alam dikuasai negara untuk hajat hidup orang banyak," tutur Ferry.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.