Lantas, DPD merasa keberatan karena tidak dilibatkan dalam revisi tersebut. "Substansinya, apa yang kami perjuangkan (dalam UU MD3) tidak terakomodir karena yang terjadi revisi hanya menyelesaikan permasalahan antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat," kata Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (23/11/2014).
Farouk menjelaskan, sesuai amanat konstitusi Pasal 22 D UUD 1945 dan Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012, maka semua pembahasan UU dalam lingkup tugas DPD RI harus dibahas bersama antara DPR, DPD dan pemerintah.
Oleh karena itu, wajib hukumnya DPD dilibatkan dalam pembahasan UU MD3 ini. "Tapi info yang kami peroleh dari baleg (badan legislasi) dan Kementerian Hukum dan HAM, mereka akan melakukan perubahan tanpa melibatkan DPD," keluh Farouk.
Apalagi, lanjut dia, perubahan UU MD3 itu akan dilakukan di luar program legislasi nasional. Ketentuan Pasal 23 Ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012, menurut Farouk, memang membolehkan Undang-Undang dibahas di luar prolegnas.
Namun, menurut dia, pengecualian tersebut hanya berlaku untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik atau bencana alam, dan keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional. "Sementara konflik KMP-KIH jelas tidak ada hubungannya dengan urgensi nasional," ujarnya.
Farouk menjelaskan, saat ini pihak DPD sudah melakukan komunikasi dengan pimpinan DPR. Dia berharap DPR dapat merespon ini dengan baik dan DPD dapat dilibatkan dalam pembahasan Undang-Undang.
"Kalau DPD tidak dilibatkan, maka Undang-undang yang dibahas tidak memiliki kekuatan hukum," ujar dia lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.