Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mekeng: Ada Manipulasi Demokrasi di Golkar

Kompas.com - 22/11/2014, 09:52 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Melchias Marcus Mekeng kecewa dengan keputusan percepatan waktu Musyawarah Nasional, forum tertinggi yang salah satunya mengagendakan pemilihan ketua umum.

Dia menilai ada manipulasi demokrasi di internal Partai Golkar. "Sungguh keterlaluan apa yang terjadi saat ini. Demokrasi dipaksakan untuk kepentingan sejumlah kelompok," kata Mekeng di Jakarta, Jumat (21/11/2014) malam.

Mekeng menjelaskan, selama ini, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie selalu menyatakan Munas akan digelar Januari 2015. Hal itu sesuai dengan rekomendasi Munas, tahun 2009 lalu. Hal itu pun diperkuat oleh rapat pleno DPP Partai Golkar, dua pekan lalu.

Aburizal, lanjut Mekeng, menolak semua upaya mempercepat Munas pada 8 Oktober 2014 lalu sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga partai. Bahkan dia memecat sejumlah kader yang terus mendorong percepatan Munas.

"ARB (Aburizal) menjilat ludahnya sendiri. Sikap awalnya yang mati-matian menolak Munas dipercepat, malah membalikkannya dengan Munas dipercepat. Padahal para kader sudah menerimanya untuk Munas pada tahun 2015," ujar Mekeng.

Hal yang lebih mengherankan, lanjut Mekeng, percepatan Munas itu secara serempak disampaikan para Ketua Dewan Pimpinan Daerah tingkat I (provinsi). Padahal sebelumnya, mereka pula yang mati-matian menolak Munas dipercepat.

"Ini patut dipertanyakan, ada apa? Apa karena sudah menerima sesuatu. Demokrasi sepertinya sudah diskenario," ujar anggota Komisi XI DPR ini.

Keadaan ini, kata dia, membuat seolah-olah Partai Golkar adalah milik pribadi Aburizal dan keluarganya. Partai diperlakukan layaknya sebuah CV yang kepemilikannya adalah pribadi dan dipimpin langsung oleh pemilik.

"PT (perseroan terbatas) masih lebih baik karena ada komisaris, dewan komisaris, pengawas dan sebagainya. Ini seperti CV, yang kepemilikannya adalah Aburizal," kata Mekeng.

Dia meyakini, pada Munas yang dijadwalkan pada 30 November mendatang, akan muncul calon kuat yang mampu mengalahkan Aburizal. Sejauh ini, sudah ada tujuh calon lain yang siap bertarung, yakni Priyo Budi Santoso, Hajriyanto Y Thohari, Agung Laksono, MS Hidayat, Agus Gumiwang Kartasasmita, Airlangga Hartarto, dan Zainuddin Amali.

"Yang mencalonkan menjadi Ketum bukan hanya ARB tetapi ada calon lain. Karena itu nanti dilihat siapa pemenangnya," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com