"Kami tetap pakai cara konvensional. Tapi kami juga menggunakan (cara) non-konvensional seperti social media yang sifatnya global tapi personal," ucap Arief di istana kepresidenan, Jakarta, Senin (27/10/2014).
Arief menuturkan melalui media sosial itu nanti akan dilakukan pemetaan soal minat traveling pengguna media sosial, termasuk segmentasinya. Arief bahkan mengungkapkan komunitas pecinta traveling yang ada di dunia maya akan dikumpulkan oleh Kementerian Pariwisata untuk membantu promosi wisata Indonesia. "Jadi nanti akan seperti reuni komunitas," ujar Arief.
Soft infrastructure dan promosi
Pendekatan melalui media sosial itu juga yang diistilahkan Arief dengan soft infrastructure terkait pengembangan teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Menurut dia, pengembangan lewat soft infrastructure itu lebih mudah, murah, dan cepat dibandingkan membangun infrastruktur utama.
Kementerian Pariwisata berencana menggenjot jumlah wisatawan yang datang ke Indonesia. Targetnya, sebut Arief, 10 juta per tahun. "Kita tidak boleh kalah dari Malaysia dan Thailand. Kalau sampai kalah, malu saya, malu kita," ucap pria yang masih berstatus sebagai Direktur Utama PT Telkom itu.
Untuk sektor yang akan gencar dipromosikan, Arief menyebut wisata bahari. Terlebih lagi, saat ini Kementerian Pariwisata berada di bawah Kementerian Koordinator Kemaritiman.
Menurut Arief, sektor wisata bahari saat ini masih tertinggal dibandingkan wisata lain dan justru lebih banyak dieploitasi orang asing. "Kalau wisata darat sudah cukup bagus hanya wisata bahari yang kurang," ungkap Arief.
Berharap pada pariwisata
Pada kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan kementeriannya akan fokus menjaga defisit neraca berjalan tidak terus membesar terkait isu mendesak menjaga ketahanan ekonomi Indonesia.
"Presiden kasih arahan supaya sektor-sektor yang bisa cepat membantu pengurangan defisit berjalan. Contohnya, yang paling gampang itu tourism. Itu harus diutamakan," tutur Bambang.
Mengutip arahan Presiden Joko Widodo, Bambang mengatakan defisit neraca transaksi berjalan tak bisa ditahan dengan hanya mengadalkan ekspor.
"Kalau kita andalkan pertumbuhan ekspor yang mendadak, berarti kita hanya mengharapkan perubahan harga. Perubahan harga tidak bisa diharapkan saat ini," ujar Bambang.
Bambang melanjutkan, "Kalau kita ingin ekspor manufaktur meningkat, kita harus bangun infrastruktur dan segala macam yang juga membutuhkan waktu. Jadi presiden ingin ada quick win untuk kita bisa memperbaiki defisit neraca berjalan."