Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa KPK Minta Hakim Tolak Permohonan PK Urip Trigunawan

Kompas.com - 25/09/2014, 18:51 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi meminta majelis hakim peninjauan kembali pada Mahkamah Agung untuk menolak permohonan peninjauan kembali yang diajukan mantan jaksa Kejaksaan Agung, Urip Tri Gunawan. Jaksa menilai alasan yang diajukan Urip tidak termasuk bukti baru (novum) serta bukan termasuk materi pengajuan PK sehingga harus dikesampingkan.

"Berdasarkan uraian pendapat jaksa di atas, kami mohon supaya Majelis Hakim Peninjauan Kembali pada Mahkamah Agung memutuskan untuk menolak permohonan Peninjauan Kembali dari terpidana Urip Tri Gunawan." kata jaksa Rini Triningsih membacakan tanggapan jaksa KPK atas permohonan PK Urip di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (25/9/2014).

Jaksa juga meminta hakim menguatkan putusan MA yang menyatakan Urip terbukti menerima suap dan melakukan pemerasan terkait penanganan perkara BLBI sehingga dihukum 20 tahun penjara. Menurut jaksa KPK, belum ditingkatkannya penyelidikan BLBI ke tahap penyidikan hingga saat ini, tidak serta merta menghilangkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Urip selaku jaksa.

Dalam permohonan PK yang diajukannya pekan lalu, Urip beralasan telah melaksanakan tugasnya dengan melakukan penyelidikan BLBI II bersama dengan tim. Menurut Urip, dia telah melaksanakan tugasnya dengan benar meskipun hasil penyelidikan tidak menemukan alat bukti yang cukup untuk meningkatkan perkara BLBI ke tahap penyidikan.

Urip melanjutkan, pemberian uang dari pengusaha Arthalyta Suryani tidak menjadikan penyelidikan BLBI dihentikan. Buktinya, menurut dia, hasil penyelidikan KPK terhadap obyek yang sama dengan penyelidikan Kejaksaan Agung juga tidak menemukan bukti cukup untuk meningkatkan perkara itu ke tahap penyidikan.

Hal berbeda dikatakan KPK, belum ditingkatkannya perkara BLBI ke tahap penyidikan ini, tidak menghilangkan perbuatan melawan hukum yang dlakukan Urip. Menurut KPK, Urip tetap melanggar peraturan perundang-undangan dan kode etik perilaku jaksa dengan menerima uang dari Arthalyta.

Selain itu, jaksa menilai belum ditingkatkannya kasus BLBI ke tahap penyidikan merupakan keadaan lain yang tidak berhubungan dengan perbuatan Urip. Tim jaksa KPK juga menampik alasan Urip mengenai putusan MA yang tidak mencantumkan kalimat "perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan".

Urip menilai, dengan tidak adanya kalimat tersebut maka amar putusan MA batal demi hukum. Sementara itu, menurut jaksa KPK, putusan MA memiliki kekuatan hukum tetap dan sudah dapat dilakukan eksekusi sehingga tidak perlu lagi amar putusan yang menyatakan terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan.

"Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka alasan Pemohon PK bukan merupakan novum sehingga harus dikesampingkan," kata jaksa Rini.

Alasan Urip lainnya yang disanggah jaksa KPK berkaitan dengan penerapan pasal pidana terhadap Urip yang berbeda dengan pasal yang diterapkan kepada Arthalyta. Dalam PK yang diajukannya, Urip menilai ada kesenjangan antara hukuman yang dia terima dengan hukuman Arthalyta.

Selaku pemberi suap, Arthalyta hanya dihukum lima tahun penjara. Menurut Urip, pasal yang diterapkan majelis hakim dalam menangani perkara dia semestinya sebanding dengan pasal yang diterapkan kepada Arthalyta.

Arthalyta dinyatakan terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Korupsi yang memuat ancaman hukuman lebih ringan dibandingkan Pasal 12 huruf b yang dikenakan kepada Urip. Dia mengatakan, Pasal 5 ayat 1 huruf b yang diterapkan dalam perkara Arthalyta tidak bisa berdiri sendiri, tetapi melekat dengan Pasal 5 ayat 2 yang mengatur hukuman bagi si penerima suap.

Dengan demikian, menurut Urip, seharusnya dia dikenakan Pasal 5 ayat 2 karena posisinya sebagai penerima suap dari Arthalyta. Urip menilai penerapan Pasal 12 b dalam perkaranya bertentangan dengan pasal Arthalyta.

Sementara itu, jaksa KPK menilai penerapan pasal terhadap Arthalyta berbeda dengan Urip karena Urip merupakan penegak hukum. Selain itu, Urip dijerat dengan Pasal 12 b karena dia dianggap sebagai penerima suap aktif. "Sedangkan Pasal 5 ayat 1 untuk pelaku-pelaku penerima suap pasif," kata jaksa Rini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

Nasional
Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com