JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan jaksa Kejaksaan Agung, Urip Trigunawan, mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi Mahkamah Agung yang menghukumnya 20 tahun penjara.
Urip dihukum 20 tahun penjara dan dinyatakan terbukti menerima suap dan melakukan pemerasan terkait penanganan perkara BLBI. (baca: Kasasi Urip Tri Gunawan Ditolak)
Permohonan PK dibacakan Urip seorang diri di hadapan majelis hakim agung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (18/9/2014). Dalam permohonan PK-nya, Urip meminta hakim agung menjatuhkan hukuman lebih ringan. Urip merasa hukuman 20 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta yang dijatuhkan kepadanya terlalu berat.
"Dimohon pada Mahkamah Agung bisa memutuskan menerima dan mengabulkan permohonan Urip Trigunawan, membatalkan putusan Mahkamah RI, menyatakan Urip tidak terbukti sah dan meyakinkan melakukan perbuatan dalam dakwaan pertama dan kedua," kata Urip membacakan nota PK-nya.
Pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi beberapa tahun lalu, Urip divonis 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider satu tahun kurungan. Hukuman ini diubah di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi subsider delapan bulan kurungan.
Kemudian pada tingkat kasasi, MA memperkuat putusan PT DKI Jakarta tersebut. Hakim AM yang diketuai Artidjo Alkostar menyatakan Urip terbukti melanggar Pasal Pasal 12 huruf b dan e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Urip dalam PK-nya menilai ada kesenjangan antara hukuman yang dia terima dengan hukuman Arthalyta Suryani. Selaku pemberi suap, Arthalyta hanya dihukum lima tahun penjara.
"Terdapat disparitas mencolok terhadap pidana yang dijatuhkan kepada pelaku lain, dan denda yang saya terima cukup berat, tidak mampu kami bayar," ujar Urip.
Menurut Urip, pasal yang diterapkan majelis hakim dalam menangani perkara dia semestinya sebanding dengan pasal yang diterapkan kepada Arthalyta.
Arthalyta dinyatakan terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Korupsi yang memuat ancaman hukuman lebih ringan dibandingkan Pasal 12 huruf b yang dikenakan kepada Urip.
Dia mengatakan, Pasal 5 ayat 1 huruf b yang diterapkan dalam perkara Arthalyta tidak bisa berdiri sendiri, tetapi melekat dengan Pasal 5 ayat 2 yang mengatur hukuman bagi si penerima suap.
Dengan demikian, menurut Urip, seharusnya dia dikenakan Pasal 5 ayat 2 karena posisinya sebagai penerima suap dari Arthalyta.
"Artinya pemberi dan penerima diterapkan pidananya harus yang sama, sangat adil dan bijak apabila hakim agung dalam memeriksa diterapkan sesuai dengan Pasal 5 ayat 1 huruf b dalam perkara Arthalyta," sambung Urip.
Sebelumnya, Artidjo selaku ketua majelis hakim MA menyatakan tidak relevan jika menyamakan hukuman Urip dengan Ayin. Arthalyta sebagai swasta berbeda dengan urip yang berprofesi sebagai penegak hukum. Selaku penegak hukum, pidana yang diterima Urip sedianya lebih berat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.