"Saya sebagai Ketua MPR tahun 1999-2004 dulu mengalami disilusi (hilang kepercayaan). Artinya, ada keterkejutan luar biasa. Mula-mula argumen mengapa MPR melucuti kekuasaannya dan memilih presiden diberikan ke rakyat dengan pertimbangan dan harapan tidak mungkin ada politik uang," kata Amien, di Jakarta, Rabu (17/9/2014) malam.
"Karena capres dan cawapres pemilihnya sekian ratus juta. Tidak mungkin ada orang di mana pun membawa uang ratusan triliun bisa mengubah suara rakyat," tambah Ketua Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional ini.
Akan tetapi, lanjut Amien, setelah 10 tahun berjalan, ia menilai, pemilihan langsung justru menimbulkan praktik politik uang secara masif. Menurut Amien, penyebabnya karena pemilik modal turun ke panggung politik.
"Dulu pemilik modal hanya menonton. Tapi, setelah 10 tahun reformasi, sekarang pemilik modal masuk ke politik, punya koran, televisi, partai, jaringan, ini hal yang harus kita antisipasi," ujarnya.
Oleh karena itu, Amien membantah bahwa dia tidak konsisten sebagai Bapak Reformasi. Dengan mendukung pilkada melalui DPRD ini, kata Amien, ia justru bertanggung jawab atas kesalahannya.
"Justru saya sadar kalau tetap oleh rakyat, yang bawa uang yang menang. Saya harus tanggung jawab dong, bukan berarti saya berubah pendapat," ujar Amien.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.