Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Takut Diat Dinaikkan, Muhaimin Minta Rakyat Tak Ramai soal Satinah

Kompas.com - 28/03/2014, 11:40 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar meminta agar masyarakat Indonesia tidak ikut meramaikan masalah pembayaran uang darah atau diat kepada keluarga korban pembunuhan yang dilakukan Satinah, TKI asal Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.

Menurut Muhaimin, reaksi berlebih dari masyarakat Indonesia akan memicu keluarga korban menaikkan lagi jumlah diat yang harus dibayar. "Sebaiknya tidak usah ramai. Jangan keras-keras, nanti (diat) naik lagi," kata Muhaimin saat ditemui di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (28/3/2014).

Muhaimin mengimbau, sebaiknya masyarakat memercayakan semuanya kepada Pemerintah Indonesia, yang terus melakukan negosiasi untuk menyelesaikan masalah ini. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kata dia, telah ambil bagian dalam proses penyelesaiannya.

"Percayakan saja pada mekanisme surat dan lobi presiden," ucapnya.

Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa itu juga menilai, jumlah diat yang diminta keluarga korban sangat tinggi sehingga sulit bagi Pemerintah Indonesia untuk memenuhinya. Padahal, dalam pemahamannya, Satinah hanya perlu membayar diat seharga 150 unta atau sekitar Rp 1,5 miliar.

Menurut Muhaimin, selama ini kasus-kasus serupa yang menimpa TKI di luar negeri selalu ditangani sepenuhnya oleh pemerintah dengan dana dari APBN. Namun, untuk kasus Satinah, pihaknya belum mengetahui pasti apakah negara akan menanggung permintaan uang itu secara penuh atau ikut memanfaatkan sumber dana yang digalang dari masyarakat.

"Permintaan diat Rp 21 miliar itu enggak realistis. Mudah-mudahan negosiasi berhasil dan (eksekusi) bisa ditunda lagi," pungkasnya.

Presiden SBY, seperti dikutip dari situs Sekretariat Kabinet, telah menandatangani surat permohonan pembebasan dari eksekusi hukuman mati bagi Satinah yang ditujukan kepada Raja Arab Saudi. Sebelumnya, SBY sudah dua kali menulis surat permohonan kepada Raja Arab Saudi sehingga hukuman Satinah diringankan dari hukuman mati mutlak menjadi hukuman mati dengan qishas, dengan peluang pemaafan melalui mekanisme pembayaran diat.

Selain itu, tenggat waktu vonis mati Satinah pada Agustus 2011 telah diperpanjang hingga lima kali, yaitu Desember 2011, Desember 2012, Juni 2013, Februari 2014, dan 5 April 2014.

Untuk membebaskan Satinah, menurut Presiden, pemerintah masih terus melakukan negosiasi terkait besarnya diat yang dimintakan ahli waris keluarga almarhum Nurah binti Muhammad Al Gharib sebesar 7 juta riyal Saudi atau sekitar Rp 20 miliar.

Sejauh ini, pemerintah sudah menitipkan uang diat itu sebesar 4 juta riyal atau Rp 12 miliar kepada Baitul Maal di Buraidah yang sewaktu-waktu bisa diambil oleh pihak keluarga majikan Satinah.

Presiden SBY menegaskan, rakyat Indonesia harus tahu kebijakan pemerintah selanjutnya, apakah harus terus mengeluarkan uang tebusan itu. Untuk itu, Presiden meminta jajarannya menyampaikan informasi yang sebenarnya, duduk persoalan yang dialamai WNI di luar negeri.

Kepada semua pihak yang terkait, Presiden juga meminta untuk menggalakkan sosialisasi pentingnya pemahaman hukum bagi para WNI yang tinggal dan bekerja di luar negeri agar tidak melakukan tindakan pelanggaran hukum sekecil apa pun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki 'Presiden 2029'

Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki "Presiden 2029"

Nasional
Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

Nasional
Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Nasional
AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

Nasional
Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Nasional
Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Nasional
Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Nasional
Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Nasional
Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Nasional
Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Nasional
Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com