Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Menlu Hasan Wirajuda Disebut Terima Uang Korupsi

Kompas.com - 26/03/2014, 17:04 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Luar Negeri, Hasan Wirajuda, disebut dalam surat dakwaan bekas anak buahnya, Sudjadnan Parnohadiningrat, menerima uang Rp 440 juta terkait dengan penyelenggaraan 12 pertemuan/sidang internasional di Departemen Luar Negeri (sekarang Kementerian Luar Negeri) 2004-2005. Uang tersebut diduga hasil korupsi penyelenggaraan kegiatan/sidang internasional yang dilakukan Sudjadnan selaku Sekretaris Jenderal Deplu saat itu.

"Dari dana tersebut digunakan untuk memperkaya terdakwa sebesar Rp 300 juta, dan untuk memperkaya orang lain, atas perintah terdakwa (Sudjadnan) antara lain dipergunakan untuk Hasan Wirajuda sebesar Rp 440 juta," kata jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Kadek Wiradana, saat membacakan surat dakwaan Sudjadnan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (26/3/2014).

Dalam surat dakwaan jaksa KPK, terdapat selisih sekitar Rp 12,7 miliar antara biaya penyelenggaraan 12 kegiatan yang disampaikan dalam laporan pertanggungjawaban dan biaya riil yang dikeluarkan Deplu untuk melaksanakan 12 kegiatan internasional tersebut. Sebagian dari selisih anggaran itu dibagi-bagikan kepada sejumlah pihak atas perintah Sudjadnan.

Selain Hasan, pihak yang disebut menerima uang Sudjadnan adalah Kepala Biro Keuangan Deplu Warsita Eka (disebut menerima Rp 15 juta), Kepala Bagian Pelaksana Anggaran Sekjen I Gusti Putu Adnyana (Rp 165 juta), Kepala Bagian Pengendali Anggaran Suwartini Wirta (Rp 165 juta), Sekretariat (Rp 110 juta), dirjen yang membidangi kegiatan (Rp 50 juta), direktur yang membidangi kegiatan yakni Hasan Kleib (Rp 100 juta), Djauhari Oratmangun (Rp 100 juta), dan Iwan Wiranata Admaja (Rp 75 juta).

Sudjadnan juga disebut menggunakan sebagian uang selisih itu untuk kegiatan gala dinner atau makan malam kebudayaan dalam rangkaian Pertemuan Tingkat Menlu ASEAN ke-37 serta sidang-sidang pendukungnya sekitar Rp 1,45 miliar, membayarkan pajak PT Pactoconvex Niagatama sebesar Rp 500 juta pada tahun 2004, dan Rp 500 juta untuk tahun 2005, membayar jasa konsultan fiktif kepada PT Pactoconvex Niagatama dan PT Royalindo sebesar Rp 600 juta.

Jaksa KPK menganggap uang selisih yang digunakan Sudjadnan tidak sesuai dengan ketentuan tersebut sebagai total kerugian negara setelah dikurangi uang yang telah dikembalikan. Menurut hasil pemeriksaan Direktorat Jenderal Departemen Luar Negeri sekitar 2007, uang kerugian negara yang telah dikembalikan jumlahnya sekitar Rp 1,653 miliar.

"Bahwa atas perbuatan terdakwa secara bersama-sama telah mengakibatkan kerugian keuangan negara Deplu sebesar Rp 12.744.804.630,55 dikurangi pengembalian kerugian negara sebesar Rp 1.653.343.559 menjadi sebesar Rp 11.091.461.071," kata jaksa Kadek.

Terkait penyidikan kasus Sudjadnan, KPK pernah memeriksa Hasan sebagai saksi. Seusai diperiksa pada 2012, anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu mengaku semula tidak tahu ada pelanggaran dalam penggunaan anggaran untuk seminar/sidang internasional tersebut. Hasan mengaku baru tahu kalau dana konferensi tersebut dikorupsi dua tahun kemudian atau setelah ada pemeriksaan internal oleh Ditjen Deplu. Dia juga mengaku tidak mendapatkan laporan pertanggungjawaban secara lengkap terkait pelaksanaan konferensi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com