MAKASSAR, KOMPAS.com - Dana untuk desa sekitar Rp 1 miliar seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dinilai bisa menjadi alat jualan politik pada Pemilihan Umum 2014.
"Undang-undang itu bisa saja dijadikan jualan politik yang dimanfaatkan sejumlah oknum calon legislatif dan calon presiden untuk mencari simpati masyarakat pada Pemilu kali ini," kata Pengamat Pemerintahan Universitas Hasanuddin, Adi Suryadi Culla di Makassar, Rabu (12/3/2014), seperti dikutip dari Antara.
Menurutnya, diperlukan sosialisasi kepada masyarakat serta sistem pengawasan yang ketat saat UU Desa tersebut diberlakukan sehingga tidak terjadi penyimpangan.
"Pengawasan itu sangat penting, jangan sampai dalam implementasinya tidak sesuai dengan peruntukkan. Selama ini terjadi penyelewengan penggunaan anggaran disebabkan lemahnya regulasi dalam hal pengawasan," ujar dia.
Ia menyebutkan, pola UU itu tentunya sudah terformat dengan baik. Sebab, pembentukan UU tersebut berdasar pada UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi 3 bagian salah satunya adanya UU nomor 6 tahun 2014.
"Perlunya perencanaan yang penting dari pihak desa yang dilakukan pada saat Musyawarah Rembug Pembangunan atau Musrembang desa," ucapnya.
Adi menambahkan, dana desa itu tentu sangat rawan dipolitisasi dalam pemilu 2014. "Sebaiknya Panitia Pengawas Pemilu mengawasi karena bisa menjadi kemungkinan dana desa ini dimanfaatkan Caleg dan Capres untuk mendapatkan keuntungan pada penerapan UU ini," tandasnya.
Sebelumnya, Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo mengatakan, terbentuknya UU nomor 6 tahun 2014 sudah ada sejak tiga tahun lalu dan mulai akan diberlakukan tahun 2014. Dirinya pun membantah apabila UU Desa itu dalam penganggarannya rawan dipolitisasi pihak Partai Politik karena bertepatan dengan momen pemilu.
"Ini sama sekali tidak ada unsur politik pada dana anggaran desa ini. Semua harus sesuai dengan peruntukkannya bagi rakyat," ujarnya.
Syahrul menjelaskan, adanya UU desa itu akan membuat desa memiliki otonomi sendiri dalam pengelolaan wilayahnya. Untuk itu, pihaknya tidak melakukan pengawasan terkait penganggaran tersebut.
"Apabila ada desa yang menyimpang dalam penggunaan harus ditindak. Tidak boleh ditolelir bilamana ada kepala desa yang melakukan tindakan korupsi," tegasnya.
Ia berharap otonomi yang diberikan pemerintah pusat dalam bentuk anggaran desa dapat dikelola dengan baik untuk kesejahteraan dan kebutuhan masyarajak di tiap desa.
"Tugas kepala desa akan semakin berat, karena desa sudah diberikan otonomi pemerintah dalam mengelola anggaran itu cukup besar. Kepala Desa harus membuat kehidupan masyarakat didesanya lebih maju dan berkualitas," kata ketua DPD I Golkar Sulsel itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.