Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPP: Moratorium Iklan Politik Terlambat

Kompas.com - 28/02/2014, 01:19 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali menyambut keputusan moratorium iklan politik karena selama ini terjadi ketidakadilan persebaran iklan politik. Namun, Suryadharma menilai keputusan ini sudah terlambat dilakukan.

"Saya kira bagus. Bisa dibuat penertiban media, tapi terlambat ya," ujar Suryadharma di Istana Negara, Kamis (27/2/2014). Suryadharma berpendapat yang terjadi belakangan ini adalah praktik demokrasi yang kapitalis.

Para pemilik media, kata Suryadharma, tak hanya menggeluti bisnis, tetapi juga politik. "Oleh karena dia punya media, maka kesempatan untuk mempromosikan (diri) di medianya jauh lebih besar. Sementara parpol yang tidak punya media, tidak punya kemampuan sebagaimana parpol yang punya media," kata Suryadharma.

Menteri Agama ini pun membandingkan kemampuan beriklan partai yang memiliki media sendiri dengan partai yang tak memiliki media. Partai dengan media sendiri, sebutnya, memiliki akses menayangkan iklan berkali-kali.

"Bisa dibayangkan, sekali tayang saja kan mahal. Cukup berat. Kalau dilihat dari sini, memang tidak adil," ujar Suryadharma. Dia mengatakan, PPP juga sudah menyiapkan iklan politik, tetapi baru akan tayang pada masa kampanye terbuka yang dimulai pada 16 Maret 2014.

Sebelumnya diberitakan, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat bersama Gugus Tugas Pengawasan dan Pemantauan Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilu Legislatif menyepakati moratorium iklan kampanye maupun iklan politik di lembaga penyiaran.

Dengan keputusan ini, semua lembaga penyiaran dilarang menayangkan iklan yang berbau politik. Moratorium dilaksanakan hingga 15 Maret 2014. Gugus Tugas yang melibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Informasi Pusat (KIP) akan menyosialisasikan kesepakatan bersama kepada peserta pemilu dan lembaga penyiaran.

Moratorium dinilai perlu dilakukan untuk memastikan berjalannya aturan main yang sudah dibuat untuk memenuhi prinsip keadilan dan akses yang sama bagi peserta pemilu. Keputusan moratorium ini didapat setelah diskusi alot tentang iklan-iklan berbau politik yang tayang di sejumlah lembaga penyiaran. Beberapa lembaga penyiaran tersebut dimiliki pimpinan partai politik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Djarot dan Risma Dinilai Lebih Berpotensi Diusung PDI-P di Pilkada DKI 2024 Ketimbang Ahok

Djarot dan Risma Dinilai Lebih Berpotensi Diusung PDI-P di Pilkada DKI 2024 Ketimbang Ahok

Nasional
Polri Pastikan Kasus Pembunuhan 'Vina Cirebon' Masih Berjalan, Ditangani Polda Jawa Barat

Polri Pastikan Kasus Pembunuhan "Vina Cirebon" Masih Berjalan, Ditangani Polda Jawa Barat

Nasional
KPK Dalami Gugatan Sengketa Lahan di MA

KPK Dalami Gugatan Sengketa Lahan di MA

Nasional
KPK Duga Tahanan Korupsi Setor Uang Pungli ke Rekening Orang Dekat Eks Karutan Achmad Fauzi

KPK Duga Tahanan Korupsi Setor Uang Pungli ke Rekening Orang Dekat Eks Karutan Achmad Fauzi

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga di 3 Desa Dievakuasi

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga di 3 Desa Dievakuasi

Nasional
Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Pakar: Tidak Ada Urgensi Merevisi UU Kementerian Negara

Nasional
Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Mesin Pesawat yang Ditumpanginya Sempat Terbakar Saat Baru Terbang, Rohani: Tidak Ada yang Panik

Nasional
Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Prabowo Berharap Bisa Tinggalkan Warisan Baik Buat Rakyat

Nasional
Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Bertemu David Hurley, Jokowi Ingin Perkuat Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia

Nasional
Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Pemerintah Diminta Kejar Target Pembangunan 25 Sabo Dam di Aliran Sungai Gunung Marapi

Nasional
Prabowo 'Tak Mau Diganggu' Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Prabowo "Tak Mau Diganggu" Dicap Kontroversi, Jubir: Publik Paham Komitmen Beliau ke Demokrasi

Nasional
JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

JPPI: Meletakkan Pendidikan Tinggi sebagai Kebutuhan Tersier Itu Salah Besar

Nasional
Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Casis yang Diserang Begal di Jakbar Masuk Bintara Polri lewat Jalur Khusus

Nasional
Polri Buru Dalang 'Illegal Fishing' Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Polri Buru Dalang "Illegal Fishing" Penyelundupan Benih Lobster di Bogor

Nasional
Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Sajeriah, Jemaah Haji Tunanetra Wujudkan Mimpi ke Tanah Suci Setelah Menanti 14 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com