Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Percayalah Saya Sedang Berbohong!

Kompas.com - 02/11/2013, 11:01 WIB

Oleh: Ignatius Haryanto

Judul di atas meminjam dari buku yang ditulis Ryan Holiday, Trust Me I’m Lying: Confessions of A Media Manipulator (Portfolio, 2012). Judul tersebut sangat tepat jika kita di Indonesia melihat fenomena berbagai survei politik yang belakangan ini dikeluarkan dan membuat pemberitaannya di media massa jadi marak.

Tak hanya marak, pemberitaan soal survei politik ini kerap membuat kita mengernyitkan dahi karena seorang politisi yang namanya mangkrak di level tengah elektabilitas menjelang Pemilu 2014, tiba-tiba saja
melejit dan memimpin elektabilitas pemilu dengan suara yang jauh di atas kandidat lain. Itu hasil survei menurut versi lembaga tersebut.

Kali lain lembaga berbeda mengumumkan hasil temuan lain ke media massa dan menampilkan sosok yang sama sekali berbeda yang memimpin elektabilitas menjelang pemilu tahun depan. Luar biasa, ada sejumlah lembaga survei dan tiba-tiba saja sejumlah politisi penting memimpin hasil survei, padahal hasil survei lembaga lain (lagi) menunjukkan kondisi yang berbeda. Lalu masyarakat mau percaya pada hasil survei yang mana? Bagaimana mau memahami fenomena yang berkembang saat ini?

Memanipulasi media

Dengan membolak-balik buku Ryan Holiday di atas kita akan menemukan pengakuan yang sangat dahsyat dari seorang yang memang sehari-hari ”bertugas untuk memanipulasi media”. Buku ini jangan dilihat secara ilmiah, tapi buku ini sungguh praktis dan membongkar cara- cara untuk melakukan manipulasi terhadap media di Amerika. Holiday mengaku ia memiliki puluhan akun e-mail palsu atau anonim, lalu ia mengelola sejumlah blog yang akan menyetor posting yang nantinya akan diikuti oleh pemberitaan di media massa lokal dulu, kemudian diikuti media massa nasional dan item berita yang hendak dipromosikan Holiday akhirnya menjadi bahan pembicaraan teratas pada waktu-waktu tertentu.

Manipulasi terhadap media, menurut pengakuan Holiday, tak semata-mata untuk mendongkrak berita jelek ataupun mempromosikan orang ataupun barang yang ia tangani. Terkadang ia pun melakukan manipulasi untuk suatu hal yang positif. Misalnya ia mengaku bahwa ia melakukan teknik yang sama untuk mendukung pengumpulan dana untuk kegiatan sosial, tetapi inti hal yang ia lakukan sama: ia menciptakan peristiwa yang kemudian diliput oleh media, menghasilkan banyak perhatian orang lain, dan orang kemudian berbuat sesuatu karenanya.

Holiday kemudian juga mengutip pernyataan dari Kurt Bardella, mantan sekretaris pers untuk anggota kongres kubu Republik, Darrell Issa: ”Banyak orang pers itu malas, semalas-malasnya. Ada masa di mana ketika saya memberikan masukan untuk laporan mereka, dan mereka menuliskannya dengan kata-kata yang persis sama saya buat. Hal ini sangat memalukan. Para wartawan ini hanya mencoba menyesuaikan kondisi di mana pers sekarang lebih membutuhkan jumlah (kuantitas) berita daripada mutu (kualitas) berita....”

Lebih lanjut Issa mengatakan: ”Kondisi ini menguntungkan saya karena mereka, para reporter, senang jika saya telah meramukan isi berita untuk mereka. Para reporter senang karena dengan demikian mereka mendapatkan berita dengan mudah dan bisa mencari berita lainnya. Para reporter ini dinilai dari berapa jumlah berita yang mereka setorkan per hari. Memang ini kondisi yang tak bagus, tetapi itulah kenyataannya.”

Membaca kutipan Issa di atas sangat menohok karena persis itulah kondisi yang juga terjadi di Indonesia. Berita-berita mudah diproduksi dan cepat didistribusikan, sensasi demi sensasi dihasilkan, tanpa suatu verifikasi lebih detail, tanpa pemeriksaan lebih teliti sebelum disiarkan. Justru karena para wartawan zaman sekarang dikejar untuk menghasilkan berita sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya, tak banyak dari berita itu sungguh sudah layak lolos ketika disiarkan.

Kepentingan pencitraan

Mereka yang didera pacuan menghasilkan berita banyak dan cepat kerap mudah dikendalikan oleh mereka yang memang punya kepentingan menghasilkan citra-citra tertentu dari pemberitaan yang ada. Kontroversi hasil survei begini, misalnya, bisa tampil karena wartawan tidak kritis pada sumber, tak mau bertanya lebih dalam (dan juga mencoba memahami lebih dalam) hal yang terkait dengan metodologi survei yang dilakukan oleh setiap lembaga. Kita pun ingat beberapa kasus yang disebut sebagai ”berita setting-an” yang menimpa beberapa pesohor dunia hiburan belakangan ini.

Mungkin banyak wartawan ataupun media yang menyiarkan berpikir, biarlah hal tentang ”kebenaran” (seberapa ambigu pun konsep ini) diserahkan kepada pembaca untuk memilih mana yang ia mau percaya atau tidak. Menurut saya sendiri, hal itu sungguh tidak bertanggung jawab karena wartawanlah yang harusnya memeriksa lebih dulu kadar kebenaran suatu peristiwa ataupun rilis, sebelum akhirnya dilempar kepada publik. Fungsi verifikasi wartawan, sebagaimana dikatakan Kovach & Rosenstiel (2010), adalah fungsi yang paling penting di masa ”informasi datang sangat melimpah” ini.

Kalau wartawan jadi terlalu malas, maka ia mudah jadi sasaran para manipulator media, apakah itu dalam rupa lembaga survei, lembaga kehumasan, ataupun para profesional tukang pelintir informasi yang ada. Bagaimanapun juga politik di Indonesia adalah juga suatu industri tersendiri yang telah menghasilkan pembagian kerja secara khusus pula, dan untuk itu media massa adalah salah satu sasaran untuk informasi yang dipelintir bisa disiarkan kepada masyarakat.

Di Indonesia, butuh kecerdasan ekstra dari para wartawan, media yang menyiarkan, serta khalayak yang mengonsumsi informasi untuk selalu bertanya ada apa di balik berita yang ditampilkan kepada publik ini? Apa pesan sesungguhnya yang mau disampaikan lewat peristiwa lain tadi. Sungguh tak mudah, tapi menjelang Pemilu 2014, mau tak mau khalayak memang harus kian cerdas membaca pesan-pesan yang ada dalam media.

Ignatius Haryanto, Peneliti Media di Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Utarakan Idenya Bareng Maruarar Sirait, Bamsoet: Kami Siapkan Gagasan Rekonsiliasi Nasional Pertemukan Paslon 01, 02 dan 03

Utarakan Idenya Bareng Maruarar Sirait, Bamsoet: Kami Siapkan Gagasan Rekonsiliasi Nasional Pertemukan Paslon 01, 02 dan 03

Nasional
Bamsoet Goda Maruarar Sirait, Qodari, dan Anas Urbaningrum Masuk Golkar

Bamsoet Goda Maruarar Sirait, Qodari, dan Anas Urbaningrum Masuk Golkar

Nasional
Pemerintah Diminta Ambil Kendali Penetapan UKT PTN

Pemerintah Diminta Ambil Kendali Penetapan UKT PTN

Nasional
Indonesia Jadi Tuan Rumah Forum Air Dunia Ke-10 di Bali

Indonesia Jadi Tuan Rumah Forum Air Dunia Ke-10 di Bali

Nasional
Gantikan Yusril Jadi Ketum PBB, Fahri Bahcmid Fokus Jaring Kandidat Pilkada

Gantikan Yusril Jadi Ketum PBB, Fahri Bahcmid Fokus Jaring Kandidat Pilkada

Nasional
APEC 2024, Mendag Zulhas Sebut Indonesia-Korsel Sepakati Kerja Sama di Sektor Mobil Listrik dan IKN

APEC 2024, Mendag Zulhas Sebut Indonesia-Korsel Sepakati Kerja Sama di Sektor Mobil Listrik dan IKN

Nasional
Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Kebebasan Pers Vs RUU Penyiaran: Tantangan Demokrasi Indonesia

Nasional
Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Tanggapi Keluhan Warga, Mensos Risma Gunakan Teknologi dalam Pencarian Air Bersih

Nasional
Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Profil Fahri Bachmid Gantikan Yusril Ihza Mahendra Jadi Ketum PBB

Nasional
Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Ibu Negara Beli Batik dan Gelang di UMKM Mitra Binaan Pertamina

Nasional
GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

GWK Jadi Lokasi Jamuan Makan Malam WWF Ke-10, Luhut: Sudah Siap Menyambut Para Tamu

Nasional
Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Hujan Kritik ke DPR dalam Sepekan karena Pembahasan 3 Aturan: RUU MK, Penyiaran, dan Kementerian

Nasional
Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Digantikan Fahri Bachmid

Nasional
PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

PDI-P Dianggap Tak Solid, Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

Nasional
Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Jokowi Disebut Titipkan 4 Nama ke Kabinet Prabowo, Ada Bahlil hingga Erick Thohir

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com