Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/10/2013, 07:55 WIB
Susana Rita,
Harry Susilo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com —Sejumlah advokat, baik secara pribadi maupun kelompok, beramai-ramai akan meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.

Salah satu advokat, Habiburokhman, saat dihubungi, Minggu (20/2013), mengatakan bakal mendaftarkan uji materi pada Senin (21/10/2013) pukul 11.00 WIB. "Perppu itu bermasalah secara formal ataupun materialnya. Syarat penerbitan perppu tak terpenuhi, tidak ada kegentingan memaksa terkait UU MK. Presiden seharusnya mengeluarkan perppu tentang pemberantasan korupsi, misalnya, agar pelaku korupsi dihukum lebih berat. Korupsi kan tidak hanya ada di MK," katanya.

Parameter pelibatan Komisi Yudisial (KY) di dalam Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) juga dinilai tidak jelas. Pengawasan KY terhadap hakim agung, menurut dia, tidak membuat Mahkamah Agung menjadi lebih bersih atau lebih baik daripada MK. Habiburokhman mencurigai ada agenda tertentu yang dimiliki pemerintah untuk membuat MK lebih tidak independen.

Sebelumnya, komisioner KY, Taufiqurahman Syahuri, berpandangan, perppu tersebut justru merupakan jalan tengah untuk meningkatkan kepercayaan publik. Alasannya, perppu tersebut memuat pembentukan MKHK yang bersifat permanen, yang bertugas mengawasi hakim konstitusi.

Secara terpisah, Forum Pengacara Konstitusi, wadah bagi para advokat yang sering beracara di MK, juga akan mengajukan pengujian atas Perppu No 1/2013. Koordinator Forum Andi M Asrun mengungkapkan, pendaftaran uji materi akan dilakukan pada Rabu (23/10/2013). Mereka juga akan mempersoalkan perppu yang mengatur tentang tugas dan wewenang baru KY tanpa mengikutsertakan revisi UU Kekuasaan Kehakiman.

Terkait dengan batasan atau masa jeda selama tujuh tahun apabila politikus ingin menjadi hakim konstitusi, hal itu juga dipersoalkan. Angka tujuh tersebut dinilai tidak masuk akal karena semua jabatan politik mensyaratkan masa jeda selama lima tahun.

Menghina pengadilan

Secara terpisah, pengamat hukum tata negara Irmanputra Sidin menilai Perppu MK mengandung ketentuan yang bisa dibaca sebagai contempt of court (menghina pengadilan).

Bagian menimbang Huruf b Perppu No 1/2013 menyatakan, salah satu alasan perppu adalah untuk menyelamatkan demokrasi dan negara hukum Indonesia serta mengembalikan kepercayaan publik terhadap MK akibat adanya kemerosotan integritas dan kepribadian tercela dari hakim konstitusi.

"Ini sangat fatal. Bagaimana bisa mengatakan ada pribadi tercela dari hakim konstitusi. Itu menghina MK, bagaimana bisa mengambil kesimpulan seperti itu," ujar Irman.

Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva mengungkapkan, perppu itu memang berpotensi untuk diajukan uji materi. MK pun berwenang mengujinya meskipun perppu tersebut belum mendapat persetujuan atau penolakan dari DPR sesuai dengan putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009. (ANA/ILO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com