Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tahan Hakim Asmadinata di Rutan Cipinang

Kompas.com - 11/09/2013, 16:54 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi menahan hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palu, Sulawesi Tengah, Asmadinata, di Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta, Rabu (11/9/2013).

Asmadinata merupakan tersangka kasus dugaan penerimaan suap terkait penanganan perkara korupsi pemeliharaan mobil dinas di DPRD Grobogan, Jawa Tengah. Dia ditahan seusai diperiksa KPK sejak dijemput paksa pada Selasa (10/9/2013) malam.

"Ditahan di Rutan Cipinang selama 20 hari pertama," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, Rabu.

Sekitar pukul 16.00 WIB, Asmadinata keluar Gedung KPK dengan mengenakan baju tahanan KPK berwarna oranye. Dia tidak berkomentar ketika diberondong pertanyaan wartawan. Asmadinata tampak menghindari sorotan kamera wartawan dengan menyembunyikan wajahnya di balik topi yang dikenakan. Dia terus berjalan sambil menundukkan kepala hingga masuk ke mobil tahanan.

KPK menjemput paksa Asmadinata pada Selasa (10/9/2013) di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. Asmadinata diamankan penyidik KPK begitu mendarat di Jakarta dari Medan, Sumatera Utara.

Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, Asmadinata dijemput paksa karena dua kali tidak memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka. KPK menduga Asmadinata sengaja menghindari panggilan KPK.

Sebelum penjemputan paksa, menurutnya, tim penyidik KPK sudah mendatangi Asmadinata ke kediamannya di Semarang, tetapi ia tidak ditemukan. "Kita menduga A (Asmadinata) ini menghindari panggilan. Kita sudah lakukan pencarian ke Semarang," ungkap Johan, Selasa.

KPK menetapkan Asmadinata bersama-sama dengan Hakim Pengadilan Tipikor Semarang Pragsono. Adapun Pargono, kata Johan, juga akan dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai tersangka. Penetapan kedua hakim sebagai tersangka ini merupakan hasil pengembangan proses penyidikan perkara penerimaan suap yang menjerat hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Semarang yang sudah dinonaktifkan, Kartini Julianna Marpaung.

Pada April 2013, Kartini divonis delapan tahun penjara karena dianggap menerima suap dari Sri Dartuti, kerabat Ketua DPRD Grobogan, M Yaeni. Suap diduga diberikan dalam rangka mengatur vonis M Yaeni di PN Tipikor Semarang. Kasus ini juga menjerat hakim ad hoc nonaktif Pengadilan Tipikor Pontianak, Kalimantan Barat, Heru Kisbandono.

Beberapa waktu lalu, Heru divonis enam tahun penjara karena dianggap terbukti menyuap Kartini untuk memengaruhi putusan perkara M Yaeni. Menurut Johan, Pragsono dan Asmadinata diduga menerima pemberian hadiah bersama-sama Kartini.

Keduanya tergabung dalam majelis hakim yang menangani perkara korupsi mobil dinas DPRD Grobogan bersama dengan Kartini. Saat proses penyidikan perkara Kartini, KPK beberapa kali memanggil Asmadinata dan Pragsono untuk diperiksa sebagai saksi. Keduanya bahkan dicegah bepergian ke luar negeri. Adapun Asmadinata sudah diberhentikan oleh Majelis Kehormatan Hakim beberapa hari lalu.

Sebelumnya, dalam persidangan perkara Kartini Marpaung, Asmadinata mengaku pernah dua kali bertemu Heru bersama-sama dengan Kartini. Pertemuan terjadi sebelum rapat permusyawaratan hakim untuk membahas putusan M Yaeni, 9 Agustus 2012.

Dalam pertemuan itu, Heru terang-terangan minta tolong dalam perkara M Yaeni. Setelah pertemuan, Kartini dan Asmadinata menghadap ketua majelis perkara M Yaeni, Pragsono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com