Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis Djoko Susilo Belum Timbulkan Efek Jera

Kompas.com - 04/09/2013, 07:38 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kepada Mantan Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI Inspektur Jenderal (Pol) Djoko Susilo dinilai terlalu ringan. Vonis penjara 10 tahun dan denda Rp 500 juta subsider kurungan 6 bulan, belum akan memunculkan efek jera.

"Harusnya (vonis) lebih maksimal, sesuai tuntutan jaksa atau lebih berat," kata Pengamat antikorupsi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril saat dihubungi Kompas.com dari Jakarta, Rabu (4/9/2013). Dia menjelaskan, vonis seharusnya lebih berat atau bahkan melebihi tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kasus Djoko termasuk besar dan Djoko dikenakan dakwaan berlapis, yakni korupsi dan pencucian uang.

Selain itu, kata Oce, posisi Djoko Susilo yang merupakan petinggi penegak hukum harusnya menjadi alasan bagi majelis hakim menjatuhkan vonis yang lebih berat agar menjadi pelajaran dan menimbulkan efek jera.

Namun begitu, Oce mengapresiasi majelis hakim yang menyatakan Djoko Susilo terbukti melakukan pencucian uang. Menurut dia, pernyataan majelis dalam putusannya itu akan menjadi preseden baik bagi pemberantasan korupsi. "Apalagi pencucian uang sebelum tahun 2010 tetap bisa diusut," kata dia.

Aset Djoko

Selain menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta pada Djoko, hakim juga menjatuhkan vonis penyitaan atas aset-aset Djoko. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menyatakan aset Djoko Susilo yang disita dapat mencapai Rp 200 miliar.

Nilai aset yang disita, kata Bambang, sudah dikurangi nilai aset lain yang tak terbukti diperoleh dari hasil korupsi. Aset yang tak ikut disita adalah sebidang tanah dan bangunan yang dibeli pada 2002 dan dua mobil atas kepemilikan orang lain.

Sebelumnya, tim jaksa penuntut umum KPK menuntut Djoko Susilo dihukum 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan. Djoko juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebesar keuntungan yang diperolehnya dari proyek simulator SIM, yakni Rp 32 miliar.

Selain menuntut hukuman pidana, jaksa KPK meminta majelis hakim Tipikor agar dalam putusannya menambah hukuman berupa pencabutan hak politik Djoko untuk memilih atau dipilih untuk jabatan publik. Namun, majelis hakim menolak tuntutan jaksa untuk mencabut hak politik Djoko.

Majelis hakim Tipikor juga menolak tuntutan jaksa agar Djoko membayar ganti rugi sebesar Rp 32 miliar. Alasan hakim, melihat waktu pembelian aset berdekatan dengan diterimanya uang Rp 32 miliar dari Budi, patut diduga aset-aset tersebut berasal dari tindak pidana korupsi proyek simulator SIM. Karena harta telah disita, Djoko tidak harus membayar ganti rugi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com