JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai adanya pelanggaran Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dalam pengangkatan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pengangkatan tersebut dinilai tidak transparan dan partisipatif.
Jimly menjelaskan, dalam UU MK disebutkan, proses pemilihan hakim konstitusi diserahkan kepada Presiden, Mahkamah Agung, dan DPR. Masing-masing memilih tiga orang.
Masalahnya, kata Patrialis, hingga saat ini hanya DPR yang memiliki peraturan untuk memilih hakim konstitusi, yakni melalui peraturan Tata Tertib DPR. Adapun Peraturan Presiden dan Peraturan MA yang mengatur pemilihan hakim konstitusi, kata dia, belum ada.
Lantaran belum ada dasar hukum, tambah Jimly, akhirnya pemerintah menafsirkan sendiri bagaimana proses pemilihan hakim konstitusi yang transparan dan partisipatif.
"Bagaimana kasus yang sekarang (Patrialis)? Ya bau-baunya melanggar karena tidak transparan dan tidak partisipatif. Anda kan bisa bilang itu tidak transparan, kok ujug-ujug gitu (dipilih), mendadak," kata Jimly seusai bersilaturahim dengan keluarga Presiden di Istana Negara, Jakarta, Kamis (8/8/2013).
Jimly lalu bercerita ketika pemilihan hakim konstitusi generasinya. Saat itu belum ada peraturan untuk memilih hakim MK lantaran sangat mendesak. Pengesahan UU MK bersamaan dengan proses rekrutmen hakim. Tiga hari setelah UU MK disahkan pada 13 Agustus 2003, semua hakim konstitusi diangkat.
"Jadi waktu itu belum perlu ada aturan. Tapi, sesudah generasi saya harus sudah ada aturan," ucapnya.
Jimly menambahkan, Patrialis kini yang terimbas dari tidak adanya Perpres soal pemilihan hakim MK. Dia mengalami delegitimasi karena dipersoalkan orang hanya karena prosedur formal tidak terpenuhi. Orang baik seperti Patrialis jadi tidak dipercaya, kata dia.
Seperti diberitakan, Presiden telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 tertanggal 22 Juli 2013 yang memberhentikan dengan hormat Achmad Sodiki dan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi. Presiden lalu mengangkat kembali Maria. Selain itu, diangkat juga Patrialis untuk menggantikan Achmad.
Presiden telah disomasi oleh Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK terkait pengangkatan Patrialis. Presiden didesak membatalkan keputusannya. Jika tidak, mereka akan mengajukan gugatan ke PTUN.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.