Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ujug-ujug" Dipilih, Pengangkatan Patrialis Dinilai Melanggar

Kompas.com - 08/08/2013, 13:20 WIB
Sandro Gatra

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
— Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai adanya pelanggaran Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dalam pengangkatan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pengangkatan tersebut dinilai tidak transparan dan partisipatif.

Jimly menjelaskan, dalam UU MK disebutkan, proses pemilihan hakim konstitusi diserahkan kepada Presiden, Mahkamah Agung, dan DPR. Masing-masing memilih tiga orang.

Masalahnya, kata Patrialis, hingga saat ini hanya DPR yang memiliki peraturan untuk memilih hakim konstitusi, yakni melalui peraturan Tata Tertib DPR. Adapun Peraturan Presiden dan Peraturan MA yang mengatur pemilihan hakim konstitusi, kata dia, belum ada.

Lantaran belum ada dasar hukum, tambah Jimly, akhirnya pemerintah menafsirkan sendiri bagaimana proses pemilihan hakim konstitusi yang transparan dan partisipatif.

"Bagaimana kasus yang sekarang (Patrialis)? Ya bau-baunya melanggar karena tidak transparan dan tidak partisipatif. Anda kan bisa bilang itu tidak transparan, kok ujug-ujug gitu (dipilih), mendadak," kata Jimly seusai bersilaturahim dengan keluarga Presiden di Istana Negara, Jakarta, Kamis (8/8/2013).

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN Jimly Asshiddiqie


Jimly lalu bercerita ketika pemilihan hakim konstitusi generasinya. Saat itu belum ada peraturan untuk memilih hakim MK lantaran sangat mendesak. Pengesahan UU MK bersamaan dengan proses rekrutmen hakim. Tiga hari setelah UU MK disahkan pada 13 Agustus 2003, semua hakim konstitusi diangkat.

"Jadi waktu itu belum perlu ada aturan. Tapi, sesudah generasi saya harus sudah ada aturan," ucapnya.

Jimly menambahkan, Patrialis kini yang terimbas dari tidak adanya Perpres soal pemilihan hakim MK. Dia mengalami delegitimasi karena dipersoalkan orang hanya karena prosedur formal tidak terpenuhi. Orang baik seperti Patrialis jadi tidak dipercaya, kata dia.

Seperti diberitakan, Presiden telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 tertanggal 22 Juli 2013 yang memberhentikan dengan hormat Achmad Sodiki dan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi. Presiden lalu mengangkat kembali Maria. Selain itu, diangkat juga Patrialis untuk menggantikan Achmad.

Presiden telah disomasi oleh Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK terkait pengangkatan Patrialis. Presiden didesak membatalkan keputusannya. Jika tidak, mereka akan mengajukan gugatan ke PTUN.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Sedih SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Surya Paloh Sedih SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com