Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buyung: Presiden Jangan Main Tunjuk, Ambil Orang dari Langit Biru

Kompas.com - 01/08/2013, 10:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS —  Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Adnan Buyung Nasution, mengkritik cara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk mantan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi.

”Presiden jangan main tunjuk begitu saja mengambil orang dari langit biru tanpa proses apa pun,” kata Buyung Nasution kepada Kompas, di Jakarta, Rabu (31/7/2013).

Nasution tidak keberatan dengan sosok Patrialis untuk menjadi hakim konstitusi meskipun ia  punya beberapa catatan terhadap Patrialis.

”Tetapi prosesnya gimana, apakah Dewan Pertimbangan Presiden ditanya, apakah ada komite seleksi, apakah Menteri Hukum dan HAM ditanya,” katanya, seraya mengingatkan agar prinsip negara hukum demokratis tetap dijaga.

Dikatakan Nasution, saat dia masih menjadi anggota Wantimpres, pengusulan calon hakim konstitusi melalui jalur presiden dilakukan melalui pembentukan komisi seleksi. Komisi seleksi terdiri dari tiga orang, yakni Prof Laica Marzuki, Prof Franz Magnis-Suseno, dan Nono Anwar Makarim. Hasilnya kemudian diserahkan kepada Presiden.

”Yang sekarang kok tidak ada proses apa-apa dan main tunjuk begitu saja. Ini kan menunjukkan gejala otoriterisme,” katanya.

Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djafar, secara terpisah juga menilai, penunjukan Patrialis sebagai hakim konstitusi menyalahi tata cara pemilihan hakim konstitusi. Proses pemilihan Patrialis sama sekali tidak transparan dan tidak membuka peluang bagi masyarakat untuk turut menyumbangkan pendapat.

”Jelas pemilihan hakim konstitusi kali ini merupakan sebuah kemunduran. Hal itu menunjukkan ancaman terhadap demokrasi, dengan tiba-tiba hanya ada satu calon hakim konstitusi,” kata Wahyudi, di Jakarta.

Menurut Wahyudi, dirinya telah mencoba menelusuri proses pemilihan Patrialis yang ternyata relatif tertutup. ”Jelas kalah bagus dengan pemilihan hakim konstitusi yang diselenggarakan lima tahun lalu,” ujarnya.

Padahal, berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi diatur mengenai pencalonan hakim konstitusi secara transparan dan partisipatif. Penjelasan Pasal 19 mengatur, calon hakim konstitusi harus diumumkan melalui media cetak ataupun elektronik sehingga masyarakat dapat memberi masukan terhadap calon hakim konstitusi itu.

Berdasarkan penelusuran, di harian Kompas, edisi Senin, 4 Februari 2008, halaman 21, dimuat iklan pemilihan calon hakim konstitusi. Iklan itu ditandatangani pemimpin Komisi III DPR, Trimedya Panjaitan. Dalam iklan itu dimuat syarat-syarat seorang hakim konstitusi berdasarkan Pasal 15 UU MK. Adapun Pasal 20 Ayat 2 UU MK mengatur bahwa pemilihan hakim konstitusi harus obyektif dan akuntabel. (bdm/ryo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com