Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Buang" Uang Miliaran untuk Kampanye, Sia-sia!

Kompas.com - 27/04/2013, 17:54 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilu di Indonesia dikenal berbiaya sangat tinggi. Dalam pemilu legislatif, seorang calon anggota legislatif bisa mengucurkan dana kampanye dalam jumlah besar. Bahkan, ada politisi Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 yang sampai menghabiskan uang puluhan miliar rupiah.

Pada pemilu mendatang, "kebiasaan" jor-joran uang untuk kampanye sudah seharusnya dihilangkan. Salah satunya, untuk menghindari kembali maraknya aksi korupsi para politisi. Logikanya, ketika terpilih, mereka tentu akan berusaha agar modal kampanye kembali, hingga akhirnya mendapat untung berlipat.

Konsultan public relation Silih Agung Wasesa mengatakan, 75 persen dana yang digelontorkan para politisi terbuang sia-sia karena digunakan untuk hal yang tidak perlu. Contohnya, memasang billboard, spanduk, dan baliho yang biayanya sangat besar.

"Seolah-olah orang lain suka. Padahal sudah pasti kita enggak suka. Banyak kesalahan politisi dalam komunikasi politiknya," kata Silih saat diskusi "Marketing Politik dan Biaya Politik Haruskah Mahal?", yang digelar Cides Indonesia, di Gedung The Habibie Center, Jakarta, Sabtu (27/4/2013).

Silih bercerita pengalamannya ketika menangani salah satu klien politisi. Awalnya, pihaknya hanya mengajukan anggaran Rp 750 juta. Namun, si klien malah ragu anggaran sebesar itu bisa membawanya memenangkan pertarungan.

Si klien, tambah dia, meminta cara-cara yang banyak dipakai politisi lain seperti beriklan di media. Padahal, kata dia, saran konsultan politik di belakang mereka salah. Setelah dihitung-hitung sesuai keinginan si klien, keluar angka Rp 2,5 miliar. Ternyata, si klien setuju.

Silih menambahkan, sudah saatnya dikembangkan politisi mencari dana dari publik seperti dilakukan negara maju, salah satunya Amerika Serikat.

"Orang sumbang cuma Rp 10 ribu jangan dilihat nilainya, tapi orang itu sudah pasti milih. Sekarang terbalik, orang yang dikasih uang," katanya.

Ia kemudian bercerita ketika menangani kampanye Joko Widodo menghadapi Pilgub DKI Jakarta 2012. Dengan bantuan banyak orang, mereka bermain di akar rumput. Timnya itu diminta menerima jika diberikan uang oleh pasangan di luar Jokowi-Basuki Tjahja Purnama. Ketika pasangan lain memberikan uang Rp 500 ribu, timnya itu diminta menyampaikan bahwa pasangan lainnya sudah memberikan uang Rp 700 ribu.

"Besoknya datang lagi nambahin jadi Rp 700 ribu. Saya bilang, lu tau kan pilih siapa (Jokowi)," kata Silih.

President Association of Fundraising Profesional Jakarta mengatakan, politisi cenderung menjual penampilan, bukan gagasan. Hal itu terlihat dari wajah-wajah hasil "editan" sehingga tampak "mulus" seperti terpampang di baliho, spanduk, atau billboard menjelang pemilu.

Mereka, kata Arifin, menyangka popularitas bisa menaikkan elektabilitas. Padahal, publik sudah jenuh dan kesal melihat spanduk yang terpasang di mana-mana.

"Bebek bisa diubah jadi garuda oleh orang komunikasi. Dijual kecantikannya. Padahal orang tunggu gagasannya," kata dia.

Arifin menambahkan, kondisi ini terjadi karena politisi menggunakan ilmu marketing politik. Padahal, marketing dipakai di dunia komersial untuk menghasilkan laba. Seharusnya, kata dia, politisi lebih tepat menggunakan ilmu fund raising atau istilah dia vote raising.

"Vote raising mengajak kandidat fokus ke semua sumber daya dengan membuat gagasan, menawarkan, dan memimpikan gagasan itu bisa dilakukan. Mendorong kandidat terjun ke bawah, mengajak berjuang, menggerakan kerelawanan. Kalau kandidat tidak punya uang, banyak sekali gagasan yang bisa lahir dari ketiadaan uang," kata dia.

"Vote raising mendorong kandidat berjuang hari ini, bukan menyusun daftar janji jika terpilih dan berjuang nanti kalau terpilih. Gagasan voteraising memang tak akan membuat pecundang jadi pemimpin. Tapi mendorong lahirnya banyak pemimpin," papar Arifin.

Berita jelang Pemilu 2014 dapat diikuti dalam topik:
Geliat Politik Jelang 2014
Kabar dari KPU
Verifikasi DCS Pemilu 2014

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

    Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

    Nasional
    Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

    Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

    Nasional
    Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

    Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

    [POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

    Nasional
    Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

    Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

    Nasional
    Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

    Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

    Nasional
    Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

    Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

    Nasional
    Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

    Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

    Nasional
    Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

    Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

    Nasional
    Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

    Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

    Nasional
    Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

    Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

    Nasional
    Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

    Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

    Nasional
    Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

    Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

    Nasional
    Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

    Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com