Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejagung Lelet Tuntaskan Kasus Munir

Kompas.com - 19/06/2011, 19:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (Kasum), menilai Kejaksaan Agung terkesan lambat dalam mengungkap penuntasan kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia, M Munir Said Thalib.

Sekretaris Eksekutif Kasum, Choirul Anam, mengatakan hal itu dapat dilihat dengan belum juga dilaksanakannya Peninjauan Kembali (PK) mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Mayjen (Purn) Muchdi Pr, tersangka dalam kasus tersebut, yang divonis bebas pada 2009 lalu.

"PK untuk Muchdi belum juga diajukan oleh Kejaksaan, dengan alasan belum menerima putusan Mahkamah Agung. Padahal, Ketua Pengadilan Jakarta Selatan telah mengirimkan keputusan itu kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Bahkan, kita (Kasum) juga telah menerima putusan MA tersebut secara resmi tahun 2009 kemarin. Jika pihak Kejaksaan mengatakan alasan belum menerima putusan MA, ini kan aneh, mereka seolah menghambat penuntasan kasus ini," ujar Choirul, dalam konferensi pers di Kantor Imparsial, Jakarta, Minggu (19/6/2011).

Dia menambahkan, dalam kasus Muchdi, Kejaksaan Agung juga dinilai telah melakukan rekonstruksi logika hukum dengan celah kelemahan yang fatal. Salah satunya adalah memasukan motif pembunuhan dalam dakwaan Muchdi. Padahal, menurut Choirul, ketika motif itu dimasukkan ke dalam dakwaan, tindak pidana yang akan didakwakan akan sulit dibuktikan karena sangat bergantung pada subyektifitas.

"Kejanggalan lainnya adalah tuntutan kepada Muchdi, yang notabene sebagai orang yang menyuruh lakukan ternyata lebih rendah dari Pollycarpus sebagai orang yang melaksanakan perintah, yaitu 20 tahun. Ya, seharusnya tuntutan Muchdi lebih berat, atau setidaknya sama dengan Pollycarpus," tambahnya.

Selain itu, lanjut Choirul, barang bukti penting dalam kasus tersebut, yaitu rekaman suara percakapan antara Pollycarpus dan Muchdi yang sebelumnya diakui ada, ternyata tidak dipergunakan di pengadilan hingga keluarnya putusan bebas Muchdi. Dia mengatakan, pada awalnya pihaknya menduga rekaman tersebut akan dipergunakan untuk keperluan PK Kejaksaan Agung pada kasus Muchdi.

"Tapi, kenyataannya tidak dipakai. Kami menilai, bukti rekaman itu sengaja dihilangkan agar Muhcdi tetap bebas dan kasus Munir makin gelap," tambahnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, pihaknya mengecam tindakan Kejaksaan Agung yang terkesan menghalang-halangi dalam menangani kasus tersebut. Selain itu, pemerintah juga didesak agar dapat segera membuktikan janjinya dan menuntaskan kasus pembunuhan Munir.

"Pada saat awal menjabat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004 lalu, pernah dengan tegas mengatakan bahwa 'pengungkapan kasus Munir adalah the test of our history, apakah negara Indonesia negara yang menghormati HAM atau tidak'. Sekarang tujuh tahun berselang, kasus ini masih gelap. Ini yang kita harapkan, agar SBY mampu untuk menuntaskan pengungkapan kasus pembunuhan munir dengan baik, dengan memerintahkan kepada Jaksa Agung untuk melakukan PK terhadap putusan kasasi Muhcdi PR, dan menindak tegas aparat-aparatnya yang menghalang-halangi keadilan dalam penuntasan kasus ini," tukasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi: Bagus, Bagus...

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi: Bagus, Bagus...

Nasional
PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

Nasional
Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Nasional
Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Nasional
Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Nasional
Cak Imin Harap Kerja Sama Koalisi Perubahan Berlanjut pada Pilkada Aceh

Cak Imin Harap Kerja Sama Koalisi Perubahan Berlanjut pada Pilkada Aceh

Nasional
Kritisi Program Merdeka Belajar, Dompet Dhuafa Gelar Hardiknas Eduaction Forum 2024

Kritisi Program Merdeka Belajar, Dompet Dhuafa Gelar Hardiknas Eduaction Forum 2024

Nasional
Prabowo Terima KSAL dan KSAU, Bahas Postur Pembangunan Angkatan

Prabowo Terima KSAL dan KSAU, Bahas Postur Pembangunan Angkatan

Nasional
PKB, Nasdem, dan PKS Ingin Gabung Koalisi Prabowo, AHY: Enggak Masalah

PKB, Nasdem, dan PKS Ingin Gabung Koalisi Prabowo, AHY: Enggak Masalah

Nasional
Dipilih 75 Persen Warga Aceh, Anies: Terima Kasih, Para Pemberani

Dipilih 75 Persen Warga Aceh, Anies: Terima Kasih, Para Pemberani

Nasional
Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com