Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terbukti, Tak Ada Korelasi "Gaji Tinggi" dan Korupsi

Kompas.com - 30/03/2010, 08:58 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Semangat reformasi birokrasi yang salah satunya mengedepankan upaya penumpasan praktik korupsi di lingkungan aparatur negara diterjemahkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan menaikkan remunerasi (imbalan) bagi para pejabat dan pegawai Kementerian Keuangan sesuai golongannya.

Kebijakan yang diambil pada 2007 itu didasarkan pada keyakinan bahwa dengan remunerasi yang "memadai", kecenderungan perilaku koruptif dari para aparatur negara akan hilang. Sejak saat itulah, jika dibandingkan dengan kementerian dan lembaga negara lainnya, remunerasi bagi pegawai Depkeu, termasuk Ditjen Pajak, merupakan yang paling tinggi.

Sayang, dalil Menkeu ternyata tidak terbukti. Reformasi birokrasi tak bisa "dibungkus" dengan remunerasi tinggi. Kasus Gayus Tambunan menjadi salah satu contoh yang menunjukkan, tak ada korelasi antara remunerasi tinggi dan kecenderungan perilaku koruptif.

"Kritik saya, reformasi birokrasi  'dibungkus' dengan remunerasi. Kalau alasannya untuk meningkatkan kinerja, tidak bisa juga, karena besarannya didasarkan pada struktur jabatan sehingga yang dominan adalah klasifikasi jabatan. Tidak melihat aspek lain, sejauh mana remunerasi berkorelasi positif dengan kinerja," kata peneliti Indonesia Budget Center, Roy Salam, kepada Kompas.com.

Roy pun mencatat, masih banyak keluhan dari daerah-daerah tentang kentalnya budaya "uang jalan" yang diminta oleh para pegawai Kemkeu saat melakukan kunjungan daerah. Remunerasi tinggi tak menjamin upaya mencari pemasukan lain dari tugas yang dijalankan pegawai Kemkeu.

"Misalnya, untuk mendapatkan dana dekonsentrasi. Orang-orang di daerah mengeluhkan, ibaratnya mereka harus menggunakan galah untuk menjolok agar uangnya turun. Ini sering dikeluhkan pejabat daerah. Jadi, mereka harus memberikan uang agar cair dana tersebut. Tetapi, tidak disebutkan siapa orang-orang di Kemkeu yang terlibat," ujarnya.

Terkait dengan fakta itu, Roy menilai, Menkeu harus melakukan perombakan dan evaluasi terhadap remunerasi yang diterima oleh para pegawainya. "Kemkeu, sebagai kementerian yang mengurusi keuangan negara, memang rawan sehingga perlu remunerasi tinggi. Tetapi, sekarang juga harus dievaluasi ketika remunerasi itu tak ada pengaruhnya dengan budaya koruptif dan tidak memengaruhi kinerja. Jika dibandingkan dengan lembaga lainnya, apa yang mereka dapat sangat jauh,” kata Roy.

Sebagai gambaran, penetapan remunerasi di Kemkeu didasarkan pada grade/tingkatan pegawai sesuai jabatan yang diembannya. Ada grade 1 hingga 27 di Kemkeu. Level paling rendah, grade 1, mendapatkan remunerasi sebesar Rp 1,3 juta per bulan. Sedangkan yang tertinggi, grade 27, mengantongi remunerasi Rp 46,95 juta per bulan. Remunerasi ini tak termasuk gaji pokok dan tunjangan lainnya yang diterima PNS setiap bulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung Dijaga Prajurit Puspom di Tengah Isu Penguntitan, Menko Polhukam: TNI Memang Ada di Sana

Kejagung Dijaga Prajurit Puspom di Tengah Isu Penguntitan, Menko Polhukam: TNI Memang Ada di Sana

Nasional
Addin Jauharuddin Dilantik Jadi Ketum Gerakan Pemuda Ansor 2024-2029

Addin Jauharuddin Dilantik Jadi Ketum Gerakan Pemuda Ansor 2024-2029

Nasional
Komisi III Buka Kans Panggil Kabareskim soal Kasus Vina Cirebon

Komisi III Buka Kans Panggil Kabareskim soal Kasus Vina Cirebon

Nasional
KPK Sebut Putusan Sela yang Bebaskan Gazalba Saleh Ngawur dan Konyol

KPK Sebut Putusan Sela yang Bebaskan Gazalba Saleh Ngawur dan Konyol

Nasional
Saksi Sebut Sekjen Hermawi Taslim Tahu Acara Partai Nasdem Dibiayai Kementan Rp 850 Juta

Saksi Sebut Sekjen Hermawi Taslim Tahu Acara Partai Nasdem Dibiayai Kementan Rp 850 Juta

Nasional
Penampakan Caleg PKS Tersangka Narkoba Tiba di Bareskrim

Penampakan Caleg PKS Tersangka Narkoba Tiba di Bareskrim

Nasional
Ingin Khofifah Gandeng PDI-P di Pilkada Jatim, Said: Alangkah Baiknya Jatim Itu Belah Semangka

Ingin Khofifah Gandeng PDI-P di Pilkada Jatim, Said: Alangkah Baiknya Jatim Itu Belah Semangka

Nasional
Pemilik Burj Khalifa Temui Prabowo, Ingin Bangun Pariwisata Indonesia

Pemilik Burj Khalifa Temui Prabowo, Ingin Bangun Pariwisata Indonesia

Nasional
Dirut BPJS: Dokter Asing Boleh Layani Pasien BPJS Kesehatan, asal...

Dirut BPJS: Dokter Asing Boleh Layani Pasien BPJS Kesehatan, asal...

Nasional
Syukur Aisyah Rumahnya Direnovasi, Tak Lagi Tidur Beralas Tanah dan BAB di Plastik

Syukur Aisyah Rumahnya Direnovasi, Tak Lagi Tidur Beralas Tanah dan BAB di Plastik

Nasional
Ada Dugaan Jampidsus Dikuntit Densus, Menko Polhukam Sebut Hubungan Polri-Kejagung Aman

Ada Dugaan Jampidsus Dikuntit Densus, Menko Polhukam Sebut Hubungan Polri-Kejagung Aman

Nasional
Kementan Danai Acara Partai Nasdem untuk Caleg DPR RI Rp 850 Juta

Kementan Danai Acara Partai Nasdem untuk Caleg DPR RI Rp 850 Juta

Nasional
Jampidsus Dilaporkan Dugaan Korupsi, Ketua KPK: Semua Aduan Ditangani dengan Prosedur Sama

Jampidsus Dilaporkan Dugaan Korupsi, Ketua KPK: Semua Aduan Ditangani dengan Prosedur Sama

Nasional
Kalah di Putusan Sela, KPK Akan Bebaskan Lagi Hakim Agung Gazalba Saleh

Kalah di Putusan Sela, KPK Akan Bebaskan Lagi Hakim Agung Gazalba Saleh

Nasional
Megawati Kritik Revisi UU MK, PDI-P Pertimbangkan Layangkan Nota Keberatan Saat Paripurna DPR

Megawati Kritik Revisi UU MK, PDI-P Pertimbangkan Layangkan Nota Keberatan Saat Paripurna DPR

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com