JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mahfud MD mengaku, awalnya malas mengomentari putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024. Tetapi, akhirnya dia memberikan tanggapan untuk meluruskan secara akademik berdasarkan ilmu hukum perundang-undangan.
Dia menyebut, cara berhukum di negara ini sudah sangat rusak termasuk dengan keluarnya putusan MA yang mencabut Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengenai syarat penghitungan usia calon kepala daerah karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada).
Padahal, menurut Mahfud. aturan yang dibuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah sesuai atau tidak bertentangan dengan UU Pilkada.
"Saya sebenarnya agak malas tuh mengometari ini. Satu, kebusukan cara kita berhukum lagi yang untuk dikomentari sudah membuat mual gitu. Sehingga saya berkata, ya sudahlah apa yang kau mau lakukan, lakukan saja merusak hukum itu,” kata Mahfud dikutip dari podcast Terus Terang yang dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD Official, Rabu (5/6/2024).
Baca juga: Mahfud Sebut Putusan MA Salah, Peraturan KPU Sudah Sesuai dengan UU Pilkada
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini lantas menyinggung perihal hukum di Indonesia. Dia menilai, hukum kini dikendalikan oleh kekuasaan atau kepentingan. Padahal, seharusnya hukum yang mengatur semuanya.
“Ini berhukum kita sudah rusak. Biar saja jalan nanti kan nabrak sendiri. Karena mau dikatakan jangan dilaksanakan, itu sudah putusan MA. Mau dilaksanakan putusan MA-nya itu bertentangan dengan Undang-Undang dan kewenangananya. Terus siapa yang mau meluruskan ini? Kan seharusnya MA yang meluruskannya. Sementara MA sendiri bungkam kan,” ujar Mahfud
Namun, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) ini meyakini bahwa kerusakan atau kebusukan yang sedang terjadi bakal hancur dengan sendirinya.
"Negara ini cara berhukumnya sudah rusak dan dirusak. Sehingga saya katakan malas saya bicara yang kayak gitu-gitu. Biar saja tambah busuk, tambah busuk, pada akhirnya kebusukan itu akan runtuh sendiri kan suatu saat," kata Mahfud.
“Kalau yang begini-gini diteruskan, ya sudah silahkan saja apa yang mau kau lakukan, lakukan saja mumpung Anda masih punya posisi untuk melakukan itu. Tetapi suatu saat itu akan memukul dirinya sendiri ketika orang lain menggunakan cara yang sama ya, yang juga untuk melawan kepentingan orang yang suka begitu,” ujarnya lagi.
Baca juga: Mahfud: MA Jauh Lampaui Kewenangan, Jangan-jangan Hakim Ini Tidak Baca...
Sebelumnya, Mahfud menyebut, putusan MA destruktif bahkan cacat hukum karena ada indikasi MA telah melampaui kewenangannya.
Mahfud menjelaskan bahwa Pasal 7 Ayat (1) UU Pilkada sudah jelas menyebut kententuan untuk mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi kepala daerah.
Kemudian, Ayat (2) mengatur soal persyaratan termasuk soal usia minimal 30 tahun untuk calon gubernur dan/atau calon wakil gubernur. Lalu, minimal 25 tahun untuk calon bupati dan/atau calon wakil bupati, serta calon walikota dan/atau calon walikota.
Oleh karena itu, menurut Mahfud, sudah jelas bahwa persyaratan yang diatur pada Pasal 7 Ayat (2) UU Pilkada adalah untuk mencalonkan dan dicalonkan menjadi kepala daerah.
Baca juga: Soal Putusan MA Terkait Batas Usia Calon Kepala Daerah, Mahfud: Destruktif, Tidak Progresif
Dengan demikian, peraturan yang dibuat KPU sudah sesuai dengan UU Pilkada jika mensyaratkan batasan umur dihitung sejak penetapan pasangan calon kepala daerah.
"Ini tiba-tiba dibatalkan katanya bertentangan, lah bertentangan dengan yang mana. Peraturan KPU sudah benar,” ujar Mahfud.